Sabtu, 02 September 2023

[Book Review] : Hijab for Sisters – Jalan Dakwah Tidaklah Mudah

 

Sinopsis

Asha dan Khalda, dua siswi Pesantren Siti Fatimah, mendapat tantangan Ustadzah Heni untuk bersekolah di sekolah umum. Semua dilakukan untuk memperebutkan beasiswa ke Jerman. Dalam tantangan tersebut, keduanya harus mampu beradaptasi dengan lingkungan yang tentu saja sangat jauh berbeda dengan lingkungan yang selama ini mereka tinggal, yaitu pesantren.

Awalnya, baik Asha maupun Khalda sangat terkejut dengan pergaulan teman-teman mereka di sekolah umum. Mereka bingung dan canggung dalam bersikap. Namun lambat laun keduanya mulai dapat menyesuaikan diri dan memiliki banyak teman. Tentu saja, semua mereka jalani tanpa harus kehilangan identitas sebagai anak pesantren. Mereka tetap memegang teguh ilmu agama yang selama ini sudah mereka dapat. Meski banyak halang rintang, fitnah, dan olok-olok mereka dapatkan, keduanya tetap memegang teguh prinsip, terutama urusan pergaulan dengan lawan jenis.

Asha dan Khalda mampu memberikan contoh yang baik hingga menyadarkan teman-teman mereka tentang islam. Dari sinilah mereka akhirnya mendirikan Hijab for Sisters, komunitas di sekolah mereka sebagai wadah belajar agama. Ssst! Ini khusus perempuan, ya.

 

Baca juga >>> [Book Review] - The Dog Walker

 

Review

Hai, BESTie. Sepertinya sudah lama, ya, aku tidak membahas cerita fiksi bergenre teenlith. Sepertinya dari kemarin baca novel chicklit mulu. Ya udah, nih, aku baru selesai baca satu novel teenlith bertema religi yang jujur saja, saat membacanya, seperti menyeretku ke dalam lorong waktu. Melemparkanku ke masa-masa SMA beberapa tahun silam.

Jadi, ini adalah kisah tentang dua sahabat, Asha dan Khalda yang bersaing mendapatkan beasiswa kuliah ke Jerman dari pesantren tempat mereka menimba ilmu, Siti Fatimah. Karena hanya ada satu beasiswa, keduanya harus berkompetisi menjadi yang terbaik. Mereka harus menjalani tantangan untuk bersekolah di sekolah umum. Dari awal baca kisah ini, aku sudah kebayang sih bakalan gimana kocaknya kisah ini.

Asha digambarkan sebagai gadis yang pintar, lucu, dan agak manja. Terkadang dia sulit mengutarakan isi hatinya dan masih suka nggak enakan sama orang lain. Di satu sisi, sikapnya ini membuat Asha lebih diterima oleh teman-temannya. Namun di sisi lain, sikap Asha ini membuatnya mudah dimanfaatkan terutama oleh lawannya.

Ini sangat jauh berbeda dengan Khalda. Gadis ini pintar dan tegas. Jangan berharap bisa berkompromi dengannya, apalagi urusan agama. Dia kalau ngomong suka ceplas ceplos tanpa tedeng aling-aling. Alhasil, beberapa kali dia seperti menciptakan perang terbuka dengan siswa lain yang berseberangan pemikiran dengannya.

Kebayang, kan, susahnya mereka beradaptasi dengan lingkungan baru. Mereka yang awalnya berada di lingkungan hanya perempuan semua sesekolahan, kini harus terbiasa bertemu dengan lelaki. Bahkan ada salah satu teman sekelas Asha dan Khalda yang agak lain.

Namanya Susanto, tapi dia lebih suka dipanggil Susan. Nah, sampai di sini sudah pahamkan kenapa Susanto ini jadi agak lain. Meski bukan tokoh utama tapi Susanto cukup menarik perhatianku. Dia unik, dengan gestur dan dialog yang digambarkan kemayu. Dimana ada Susanto, di situ adegannya seru. Cukup receh dan menghibur, mengimbangi keseriusan topik agama yang diusung oleh Asha dan Khalda. Aku suka cara penulis memposisikan sosok Susanto ini. Meski agak ngondek, tapi dia masih punya hati yang lembut, mau dinasehati dan diajak kembali ke jalan yang benar.

Kisah remaja itu kurang seru kalau nggak ada tokoh cowok ganteng yang menjadi rebutan. Di kisah ini pun ada. Namanya Aidan, anak basket. Sejak kemunculannya, Aidan sudah bermasalah dengan Asha. Semacam love from the first sight gitu. Namun karena Asha ini hijaber, tentu Aidan nggak berani macam-macam. Meski beberapa kali dia berusaha mendekati Asha, tapi gadis itu selalu menghindar. Gadis itu punya pertahanan bagus dalam urusan dengan lawan jenis. Meski terkadang ada getar di dadanya juga, tapi Asha tetap bisa menjaga sikap. Manusiawi, sih.

Tokoh antagonis di kisah ini namanya Paulin. Dia digambarkan sebagai gadis cantik nan popular, sekaligus penguasa sekolah. Di kisah ini, tidak digambarkan dengan jelas dari mana Paulin bisa mendapatkan kekuasaannya itu. Namun yang pasti, gadis ini suka menggunakan kekuasaannya untuk menindas pihak lain. Meski sering mendapatkan apapun yang diinginkan, ada satu hal yang tidak bisa Paulin didapatkan, yaitu Aidan. Paulin ngejar-ngejar Aidan. Aidannya malah kesengsem sama Asha. Itulah sebabnya Paulin sering uring-uringan dengan Asha.

Dari semua tokoh di Hijab for Sisters, salah satu favoritku adalah mamanya Asha. Awal diperkenalkannya tokoh ini tuh, yang aku bayangkan adalah perempuan sosialita yang banyak gaya dan bakalan banyak menuntut ke anaknya. Dan ternyata … aku salah.

Buatku mamanya Asha ini keren. Meski single parent, dia mandiri, pekerja keras, dan penuh semangat. Dia sabarnya luar biasa, nggak yang berapi-api gitu. Dia juga bisa masuk ke dunia anak perempuannya yang mulai remaja. Ibarat kata, bisa jadi ibu tapi bisa juga jadi BESTie. Itu sebabnya, baik Asha maupun Khalda tidak sungkan untuk bercerita, curhat, atau juga diskusi dengannya.

Dari sini aku bisa merasakan kedekatan seorang ibu dengan anak dan teman-teman anaknya. Menurutku ini contoh yang baik di tengah hubungan orang tua dan anak di zaman sekarang begitu menganga bagai jurang tak bertepi, saling menyalahkan antar generasi. Namun di Hijab for Sisters ini, orang tua dan anak cukup kompak. Asha dan Khalda menjalankan misi mereka, sedangkan mamanya Asha mensupport dan memotivasi mereka. Termasuk saat kedua gadis itu mendapat beberapa masalah di sekolah baru mereka.


Baca juga >>> [Book Review] - Perfect Fling

 

Kisah ini ditulis dengan POV ke-3 tunggal dengan Asha sebagai protagonis. Alurnya maju dengan pacenya sedang, nggak kecepetan tapi juga nggak lambat. Gaya bahasanya khas anak muda, santai dan ringan, meski ada di beberapa bagian yang membuat dahiku agak berkerut saat membacanya. Membacanya harus benar-benar pelan dan teliti, takutnya salah memahami, yaitu saat Asha maupun Khalda memberikan penjelasan tentang sesuatu lalu dikaitkan dengan agama.

Dalam kisah Hijab for Sisters ini, ada beberapa kutipan yang aku suka, baik itu dialog para tokoh maupun narasinya. Berikut aku spill beberapa di antaranya :

“Karena anak-anak perempuan kita adalah jalan kita menuju surge. Setiap langkah mereka, adalah ladang amal para orangtua. Jika kita mendidik mereka dengan benar, menjaga mereka dan menjadikan mereka perempuan-perempuan salihah, maka artinya mereka telah membangun istana di surga untuk kita kelak.”

[Hal : 151]

“Itulah kenapa kita harus hati-hati dalam berteman, karena salah memilih teman bisa berakibat fatal.”

[Hal : 152]

“Begitulah iman. Sekalinya tertanam dalam hati, maka akan menuntun sendiri perilaku kita pada kebaikan.”

[Hal : 162]

Setiap kejadian yang berlangsung di muka bumi ini adalah rentetan sebab akibat untuk kejadian-kejadian lain. Sikap, perilaku, tindakan serta keputusan yang kita ambil dalam menghadapi peristiwa hari ini, akan sangat berpengaruh pada nasib kita di masa depan.

[Hal : 181]

Perasaan itu bukan untuk dibunuh, tapi jadikan itu energi positif, sehingga tidak akan menjerumuskanmu dalam bahaya.

[Hal : 257]

“Waktu selalu membuat keajaiban, sehingga semua orang rela menunggu.”

[Hal : 262]

 

Baca juga >>> [Book Review] - Tanya Tania

 

Jalan dakwah tidaklah mudah. Banyak halang rintang dimanapun dakwah itu dilakukan, termasuk di lingkungan sekolah. Ini tercermin dalam kisah Hijab for Sisters. Awalnya Asha dan Khalda nampak sangat asing dengan lingkungan sekolah mereka yang baru, pun demikian dengan orang-orang di lingkungan sekolah itu. Mereka melihat Asha dan Khalda sebagai sosok yang aneh. Dari segi pakaian mereka sudah tampil mencolok dengan hijab syari. Pun demikian di mata Asha dan Khalda, lingkungan baru mereka begitu jauh dari agama.

Dari membaca Hijab for Sisters ini aku medapat beberapa pelajaran, di antaranya :

  • Pentingnya pelajaran agama terutama bagi remaja yang sedang mencari jati dirinya. Dengan memperkenalkan agama semenjak kecil, diharapkan ketika remaja sudah memiliki pegangan dalam menentukan arah dan tujuan hidup.
  • Memiliki lingkungan pergaulan yang baik, biar nggak salah gaul. Ini bisa tercermin dari tokoh Yova yang awalnya gadis lugu tapi karena salah bergaul dengan Paulin akhirnya berubah menjadi gadis yang kurang tahu aturan. Syukurnya, Yova pada akhirnya berteman baik dengan Asha dan Khalda serta dengan kesadaran sendiri mau mengubah penampilan dan sikapnya menjadi lebih baik, meski harus melalui peristiwa yang nggak mengenakkan dulu. Tapi nggak apalah, anggap saja itu pelajaran hidup bagi Yova.
  • Saling mengingatkan dalam kebaikan. Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kekhilafan. Inilah pentingnya untuk saling mengingatkan agar siapapun yang sedang tersesat bisa kembali ke jalan yang benar. Ini juga yang dilakukan Asha dan Khalda yang gencar mengangkat isu pacaran sebagai kegiatan yang kurang bermanfaat dan dilarang agama.
  • Cek and ricek terhadap suatu kabar. Jangan langsung ditelan mentah-mentah. Kalau ternyata kabar itu tidak benar, jatuhnya fitnah. Seperti yang terjadi pada Asha – Aidan yang difitnah pacaran. Padahal kenyatannya mereka dijebak oleh orang-orang yang kurang suka dengan sepak terjang Hijab for Sisters dan Brothers of Moslem.
  • Berani bersikap. Belajar dari keberanian Khalda, ketika dia memiliki prinsip dan meyakini kebenaran atas prinsip tersebut, maka dia memperjuangkannya. Khalda tidak peduli banyak orang berseberangan dengannya. Dia berani bersikap dan mempertahankan prinsipnya.
  • Support system yang baik. Saat Yova mendapat masalah, ada Asha dan Khalda yang menyemangatinya. Saat Asha mendapat fitnah, ada mamanya dan Khalda yang mendukungnya. Bahkan Susanto yang keseringan ngekor ke Asha dan Khalda, dan dibantu oleh Aidan pun perlahan mulai sadar akan kodratnya. Inilah pentingnya memiliki orang-orang baik di sekitar kita, yang akan memberikan dukungan dan semangat ketika kita merasa terpuruk dan butuh kembali bangkit.
  • Usaha tidak akan mengkhianati hasil. Meski kehidupan Asha dan Khalda di sekolah umum tidaklah mudah, tapi keduanya tidak pantang menyerah. Perlahan tapi pasti mereka mulai bisa mengajak teman-teman mengikuti kegiatan keagamaan hingga berdirinya Hijab for Sisters dan Brothers for Moslem. Bahkan ini menginspirasi murid-murid penganut agama lain mendirikan perkumpulan serupa. Hal ini tentu akan membawa kebaikan di dalam lingkungan SMA Pancasila karena murid-muridnya lebih dekat dengan agama.
  • Nggak ada salahnya menerima tantangan. Seperti cerita di Hijab for Sister ini. Adanya tantangan menjadi siswi terbaik yang akan menerima beasiswa ke Jerman membuat hidup Asha dan Khalda menjadi penuh warna. Pindah ke lingkungan baru, mengenal lebih banyak orang dengan latar belakang kisah hidup berbeda, juga berbagai persoalan yang bahkan belum pernah mereka bayangkan sebelumnya. Menurutku, ibarat kata, menjalani tantangan itu membuat hidup lebih hidup #eaaa

 

Baca juga >>> [Book Review] - ACC, Pak!!

 

Aku suka cover Hijab for Sisters. Warna pink nya cakep, mewakili anak muda yang sedang gampang berbunga-bunga karena virus merah jambu di hatinya. Aku juga suka alur ceritanya, awalnya sedikit membosankan buatku tapi setelah masuk ke adegan cerita di sekolah SMA Pancasila, aku mulai menikmati alur ceritanya.

Aku suka karakter-karakter yang dihadirkan. Setiap tokoh unik. Khalda dengan keras kepalanya, Asha yang sedikit manja, mamanya Asha yang mengayomi, Susanto dengan sikap ngondeknya, dll. Pokoknya seru, deh! Kamu baca sendiri, yes, kisah Hijab for Sisters ini.

 

Data Buku

Judul      :   Hijab for Sisters

Penulis   :   Anastasha Hardi

Penerbit :    Elex Media Komputindo

Tebal      :   262 halaman

Tahun    :   2018

 

Baca juga >>> [Book Review] - Pre Wedding Rush

 

Rating

🌠 4/5

 

 

~ Hana Aina ~

 

 

Baca juga, ya ...






 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berbagi komentar ^^