Sinopsis
Asha dan Khalda, dua siswi Pesantren Siti Fatimah,
mendapat tantangan Ustadzah Heni untuk bersekolah di sekolah umum. Semua
dilakukan untuk memperebutkan beasiswa ke Jerman. Dalam tantangan tersebut,
keduanya harus mampu beradaptasi dengan lingkungan yang tentu saja sangat jauh
berbeda dengan lingkungan yang selama ini mereka tinggal, yaitu pesantren.
Awalnya, baik Asha maupun Khalda sangat terkejut
dengan pergaulan teman-teman mereka di sekolah umum. Mereka bingung dan
canggung dalam bersikap. Namun lambat laun keduanya mulai dapat menyesuaikan
diri dan memiliki banyak teman. Tentu saja, semua mereka jalani tanpa harus
kehilangan identitas sebagai anak pesantren. Mereka tetap memegang teguh ilmu
agama yang selama ini sudah mereka dapat. Meski banyak halang rintang, fitnah,
dan olok-olok mereka dapatkan, keduanya tetap memegang teguh prinsip, terutama
urusan pergaulan dengan lawan jenis.
Asha dan Khalda mampu memberikan contoh yang baik hingga
menyadarkan teman-teman mereka tentang islam. Dari sinilah mereka akhirnya
mendirikan Hijab for Sisters, komunitas di sekolah mereka sebagai wadah belajar
agama. Ssst! Ini khusus perempuan, ya.
Baca juga >>> [Book Review] - The Dog Walker
Review
Hai, BESTie. Sepertinya sudah lama, ya, aku tidak
membahas cerita fiksi bergenre teenlith. Sepertinya dari kemarin baca novel
chicklit mulu. Ya udah, nih, aku baru selesai baca satu novel teenlith bertema
religi yang jujur saja, saat membacanya, seperti menyeretku ke dalam lorong
waktu. Melemparkanku ke masa-masa SMA beberapa tahun silam.
Jadi, ini adalah kisah tentang dua sahabat, Asha dan
Khalda yang bersaing mendapatkan beasiswa kuliah ke Jerman dari pesantren
tempat mereka menimba ilmu, Siti Fatimah. Karena hanya ada satu beasiswa, keduanya
harus berkompetisi menjadi yang terbaik. Mereka harus menjalani tantangan untuk
bersekolah di sekolah umum. Dari awal baca kisah ini, aku sudah kebayang sih
bakalan gimana kocaknya kisah ini.
Asha digambarkan sebagai gadis yang pintar, lucu, dan
agak manja. Terkadang dia sulit mengutarakan isi hatinya dan masih suka nggak
enakan sama orang lain. Di satu sisi, sikapnya ini membuat Asha lebih diterima
oleh teman-temannya. Namun di sisi lain, sikap Asha ini membuatnya mudah
dimanfaatkan terutama oleh lawannya.
Ini sangat jauh berbeda dengan Khalda. Gadis ini
pintar dan tegas. Jangan berharap bisa berkompromi dengannya, apalagi urusan
agama. Dia kalau ngomong suka ceplas ceplos tanpa tedeng aling-aling. Alhasil,
beberapa kali dia seperti menciptakan perang terbuka dengan siswa lain yang
berseberangan pemikiran dengannya.
Kebayang, kan, susahnya mereka beradaptasi dengan
lingkungan baru. Mereka yang awalnya berada di lingkungan hanya perempuan semua
sesekolahan, kini harus terbiasa bertemu dengan lelaki. Bahkan ada salah satu
teman sekelas Asha dan Khalda yang agak lain.
Namanya Susanto, tapi dia lebih suka dipanggil Susan.
Nah, sampai di sini sudah pahamkan kenapa Susanto ini jadi agak lain.
Meski bukan tokoh utama tapi Susanto cukup menarik perhatianku. Dia unik,
dengan gestur dan dialog yang digambarkan kemayu. Dimana ada Susanto, di situ
adegannya seru. Cukup receh dan menghibur, mengimbangi keseriusan topik agama
yang diusung oleh Asha dan Khalda. Aku suka cara penulis memposisikan sosok
Susanto ini. Meski agak ngondek, tapi dia masih punya hati yang lembut, mau
dinasehati dan diajak kembali ke jalan yang benar.
Kisah remaja itu kurang seru kalau nggak ada tokoh
cowok ganteng yang menjadi rebutan. Di kisah ini pun ada. Namanya Aidan, anak
basket. Sejak kemunculannya, Aidan sudah bermasalah dengan Asha. Semacam love
from the first sight gitu. Namun karena Asha ini hijaber, tentu Aidan nggak
berani macam-macam. Meski beberapa kali dia berusaha mendekati Asha, tapi gadis
itu selalu menghindar. Gadis itu punya pertahanan bagus dalam urusan dengan
lawan jenis. Meski terkadang ada getar di dadanya juga, tapi Asha tetap bisa
menjaga sikap. Manusiawi, sih.
Tokoh antagonis di kisah ini namanya Paulin. Dia
digambarkan sebagai gadis cantik nan popular, sekaligus penguasa sekolah. Di
kisah ini, tidak digambarkan dengan jelas dari mana Paulin bisa mendapatkan
kekuasaannya itu. Namun yang pasti, gadis ini suka menggunakan kekuasaannya
untuk menindas pihak lain. Meski sering mendapatkan apapun yang diinginkan, ada
satu hal yang tidak bisa Paulin didapatkan, yaitu Aidan. Paulin ngejar-ngejar
Aidan. Aidannya malah kesengsem sama Asha. Itulah sebabnya Paulin sering
uring-uringan dengan Asha.
Dari semua tokoh di Hijab for Sisters, salah satu
favoritku adalah mamanya Asha. Awal diperkenalkannya tokoh ini tuh, yang aku
bayangkan adalah perempuan sosialita yang banyak gaya dan bakalan banyak
menuntut ke anaknya. Dan ternyata … aku salah.
Buatku mamanya Asha ini keren. Meski single parent,
dia mandiri, pekerja keras, dan penuh semangat. Dia sabarnya luar biasa, nggak
yang berapi-api gitu. Dia juga bisa masuk ke dunia anak perempuannya yang mulai
remaja. Ibarat kata, bisa jadi ibu tapi bisa juga jadi BESTie. Itu sebabnya,
baik Asha maupun Khalda tidak sungkan untuk bercerita, curhat, atau juga
diskusi dengannya.
Dari sini aku bisa merasakan kedekatan seorang ibu
dengan anak dan teman-teman anaknya. Menurutku ini contoh yang baik di tengah
hubungan orang tua dan anak di zaman sekarang begitu menganga bagai jurang tak
bertepi, saling menyalahkan antar generasi. Namun di Hijab for Sisters ini,
orang tua dan anak cukup kompak. Asha dan Khalda menjalankan misi mereka,
sedangkan mamanya Asha mensupport dan memotivasi mereka. Termasuk saat kedua
gadis itu mendapat beberapa masalah di sekolah baru mereka.
Baca juga >>> [Book Review] - Perfect Fling
Kisah ini ditulis dengan POV ke-3 tunggal dengan Asha
sebagai protagonis. Alurnya maju dengan pacenya sedang, nggak kecepetan tapi
juga nggak lambat. Gaya bahasanya khas anak muda, santai dan ringan, meski ada
di beberapa bagian yang membuat dahiku agak berkerut saat membacanya.
Membacanya harus benar-benar pelan dan teliti, takutnya salah memahami, yaitu
saat Asha maupun Khalda memberikan penjelasan tentang sesuatu lalu dikaitkan
dengan agama.
Dalam kisah Hijab for Sisters ini, ada beberapa
kutipan yang aku suka, baik itu dialog para tokoh maupun narasinya. Berikut aku
spill beberapa di antaranya :
“Karena anak-anak perempuan kita adalah
jalan kita menuju surge. Setiap langkah mereka, adalah ladang amal para
orangtua. Jika kita mendidik mereka dengan benar, menjaga mereka dan menjadikan
mereka perempuan-perempuan salihah, maka artinya mereka telah membangun istana
di surga untuk kita kelak.”
[Hal : 151]
“Itulah kenapa kita harus hati-hati
dalam berteman, karena salah memilih teman bisa berakibat fatal.”
[Hal : 152]
“Begitulah iman. Sekalinya tertanam
dalam hati, maka akan menuntun sendiri perilaku kita pada kebaikan.”
[Hal : 162]
Setiap kejadian yang berlangsung di muka
bumi ini adalah rentetan sebab akibat untuk kejadian-kejadian lain. Sikap,
perilaku, tindakan serta keputusan yang kita ambil dalam menghadapi peristiwa
hari ini, akan sangat berpengaruh pada nasib kita di masa depan.
[Hal : 181]
Perasaan itu bukan untuk dibunuh, tapi
jadikan itu energi positif, sehingga tidak akan menjerumuskanmu dalam bahaya.
[Hal : 257]
“Waktu selalu membuat keajaiban,
sehingga semua orang rela menunggu.”
[Hal : 262]
Baca
juga >>>
Jalan dakwah tidaklah mudah. Banyak halang rintang
dimanapun dakwah itu dilakukan, termasuk di lingkungan sekolah. Ini tercermin
dalam kisah Hijab for Sisters. Awalnya Asha dan Khalda nampak sangat asing
dengan lingkungan sekolah mereka yang baru, pun demikian dengan orang-orang di
lingkungan sekolah itu. Mereka melihat Asha dan Khalda sebagai sosok yang aneh.
Dari segi pakaian mereka sudah tampil mencolok dengan hijab syari. Pun demikian
di mata Asha dan Khalda, lingkungan baru mereka begitu jauh dari agama.
Dari membaca Hijab for Sisters ini aku medapat
beberapa pelajaran, di antaranya :
- Pentingnya pelajaran agama terutama bagi remaja yang sedang mencari jati
dirinya. Dengan memperkenalkan agama semenjak kecil, diharapkan ketika remaja
sudah memiliki pegangan dalam menentukan arah dan tujuan hidup.
- Memiliki lingkungan pergaulan yang baik, biar nggak salah gaul. Ini bisa tercermin dari tokoh
Yova yang awalnya gadis lugu tapi karena salah bergaul dengan Paulin akhirnya
berubah menjadi gadis yang kurang tahu aturan. Syukurnya, Yova pada akhirnya
berteman baik dengan Asha dan Khalda serta dengan kesadaran sendiri mau
mengubah penampilan dan sikapnya menjadi lebih baik, meski harus melalui
peristiwa yang nggak mengenakkan dulu. Tapi nggak apalah, anggap saja itu
pelajaran hidup bagi Yova.
- Saling mengingatkan dalam kebaikan. Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan
kekhilafan. Inilah pentingnya untuk saling mengingatkan agar siapapun yang
sedang tersesat bisa kembali ke jalan yang benar. Ini juga yang dilakukan Asha
dan Khalda yang gencar mengangkat isu pacaran sebagai kegiatan yang kurang
bermanfaat dan dilarang agama.
- Cek and ricek terhadap suatu kabar. Jangan langsung ditelan mentah-mentah. Kalau
ternyata kabar itu tidak benar, jatuhnya fitnah. Seperti yang terjadi pada Asha
– Aidan yang difitnah pacaran. Padahal kenyatannya mereka dijebak oleh
orang-orang yang kurang suka dengan sepak terjang Hijab for Sisters dan
Brothers of Moslem.
- Berani bersikap. Belajar dari keberanian Khalda, ketika dia memiliki
prinsip dan meyakini kebenaran atas prinsip tersebut, maka dia
memperjuangkannya. Khalda tidak peduli banyak orang berseberangan dengannya.
Dia berani bersikap dan mempertahankan prinsipnya.
- Support system yang baik. Saat Yova mendapat masalah, ada Asha dan Khalda yang
menyemangatinya. Saat Asha mendapat fitnah, ada mamanya dan Khalda yang
mendukungnya. Bahkan Susanto yang keseringan ngekor ke Asha dan Khalda, dan
dibantu oleh Aidan pun perlahan mulai sadar akan kodratnya. Inilah pentingnya
memiliki orang-orang baik di sekitar kita, yang akan memberikan dukungan dan
semangat ketika kita merasa terpuruk dan butuh kembali bangkit.
- Usaha tidak akan mengkhianati hasil. Meski kehidupan Asha dan Khalda di sekolah umum tidaklah mudah, tapi keduanya tidak pantang menyerah. Perlahan tapi
pasti mereka mulai bisa mengajak teman-teman mengikuti kegiatan keagamaan
hingga berdirinya Hijab for Sisters dan Brothers for Moslem. Bahkan ini menginspirasi
murid-murid penganut agama lain mendirikan perkumpulan serupa. Hal ini tentu
akan membawa kebaikan di dalam lingkungan SMA Pancasila karena murid-muridnya
lebih dekat dengan agama.
- Nggak ada salahnya menerima tantangan. Seperti cerita di Hijab for Sister ini. Adanya
tantangan menjadi siswi terbaik yang akan menerima beasiswa ke Jerman membuat
hidup Asha dan Khalda menjadi penuh warna. Pindah ke lingkungan baru, mengenal
lebih banyak orang dengan latar belakang kisah hidup berbeda, juga berbagai persoalan
yang bahkan belum pernah mereka bayangkan sebelumnya. Menurutku, ibarat kata,
menjalani tantangan itu membuat hidup lebih hidup #eaaa
Baca
juga >>>
Aku suka cover Hijab for Sisters. Warna pink nya
cakep, mewakili anak muda yang sedang gampang berbunga-bunga karena virus merah
jambu di hatinya. Aku juga suka alur ceritanya, awalnya sedikit membosankan
buatku tapi setelah masuk ke adegan cerita di sekolah SMA Pancasila, aku mulai
menikmati alur ceritanya.
Aku suka karakter-karakter yang dihadirkan. Setiap
tokoh unik. Khalda dengan keras kepalanya, Asha yang sedikit manja, mamanya
Asha yang mengayomi, Susanto dengan sikap ngondeknya, dll. Pokoknya seru, deh!
Kamu baca sendiri, yes, kisah Hijab for Sisters ini.
Data Buku
Judul
:
Hijab for Sisters
Penulis
:
Anastasha Hardi
Penerbit
: Elex Media Komputindo
Tebal
:
262 halaman
Tahun
:
2018
Baca
juga >>>
Rating
🌠 4/5
~ Hana Aina ~
Baca juga, ya ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berbagi komentar ^^