Senang rasanya
bisa terus produktif. Meski lajunya tidak secepat cahaya, tapi progres
pergerakannya nampak. Ibarat kata, slow but sure. Tidak terburu-buru.
Nikmati saja prosesnya.
Tahun 2022 saat
aku baru saja launching novel pertamaku The Sign, aku bertanya pada diri
sendiri, akankah ini menjadi yang pertama sekaligus yang terakhir? Untungnya
sih jawabannya tidak. Alhamdulillah. Dan sebenarnya jawaban itulah yang
kuinginkan. Aku tidak mau berpuas diri lalu berhenti hanya dengan satu karya
saja. Bersyukur banget, kelahiran novel pertamaku The Sign kemudian disusul
dengan kelahiran novel keduaku, Bias.
Memang. Manusia
tidak akan pernah merasa puas. Namun jika ketidakpuasan itu berhubungan dengan
hal yang positif, kenapa tidak. Aku pribadi tidak puas hanya dengan menulis
satu novel saja. Dari ketidakpuasanku ini, aku kemudian kembali menantang diri
unutuk mulai menulis novel kedua.
Memang tidak
mudah, tapi bukan berarti tidak bisa, kan. Bagiku, menulis novel itu butuh
napas dan semangat panjang. Pemanasannya saja sudah butuh fokus dan semangat
untuk menyusun printilannya. Mulai dari mempersiapkan premis, karakterisasi
tokoh, pemilihan setting tempat dan waktu, pembuatan sinopsis, hingga outline
per bab. Belum lagi, saat novel ini direncanakan diunggah di plarform menulis
online, aku juga harus memikirkan desain covernya.
Itu tadi baru
persiapan, lho, ya. Belum mulai menulis, hihi. Masih panjang jalannya untuk
sampat ke kata The End. Karena aku harus menyiapkan waktu juga untuk menulis naskahnya.
Kebetulan saat aku menulis novel Bias, aku juga bekerja di sebuah fasilitas
pelayanan kesehatan. Untuk urusan ini, aku harus punya manajemen waktu yang
baik. Mood juga harus dijaga. Jangan sampai mood drop atau bahkan hilang di
tengan jalan. Apalagi terkena writers block. Duh! Jangan sampai, deh.
Baca juga >>> Imajinasi Tanpa Batas di Fiksi Fantasi
Ada beberapa hal
yang biasa kulakukan agar tidak terkena writers block. Andai saja aku
terkena writers block, durasinya pun tidak lama dan tidak begitu parah.
Salah satunya, aku tetap menyempatkan membaca dan menonton film. Tentu saja,
genre fim dan novel yang kubaca sesuai dengan genre cerita yang sedang kutulis.
Kapan-kapan aku akan menulis tentang writers block ini pada artikel yang
tersendiri.
Saat aku menulis
novel Bias, aku membaca novel-novel karya JD Rob dan Karen Rose. Keduanya
adalah penulis yang fokus ke genre thriller dan misteri dengan berfokus pada
penyelesaian kasus kriminal. Beberapa karya mereka yang pernah kubaca adalah
You Belong To Me (Karen Rose), Origin in Death, dan Survivor in Death (JD Rob).
Dengan membaca novel-novel sejenis, bisa memancing imajinasiku sekaligus
membangun suasana agar terasa ketegangannya (suspense). Selain itu, dengan
membaca novel mereka bisa membantuku memahami pembuatan alur dan plot twist untuk
cerita bersuspense seperti ini.
Baca juga >>> 5 Trik Agar Judul Artikelmu Menarik
Tentang Novel
Bias
Sujud syukur
saat novel keduaku, Bias, dilaunching. Ini melanjutkan kebahagiaanku setelah
novel pertamaku, The Sign, terbit dua tahun lalu. Tidak hanya berhenti sampai
di sini. Timing ini membuatku semakin bersemangat untuk terus belajar menulis
fiksi. Aku ambil beberapa kelas menulis online baik yang geratis maupun yang
berbayar. Berbagai webinar dari berbagai komunitas pun kuikuti agar aku dapat
lebih banyak semangat untuk menyelesaikan naskahku.
Novel The Sign
terbit tahun 2022, sedang Novel Bias diluncurkan ke pasar tahun 2024. Berbeda
dengan The Sign yang mengusung genre science fiction, Bias lebih bergenre
misteri kriminal. Sesuai dengan genrenya, Bias aku hadirkan kepada pembaca dengan
menyuguhkan sebuah teka-teki yang harus dipecahkan, yang melibatkan kejahatan
dan investigasi kepolisian. Selama membaca cerita Bias, aku ingin pembaca
terlibat ke dalamnya, membuka lembar demi lembar dan menemukan petunjuk untuk
dipecahkan. Pembaca dapat merasakan ketegangan yang tercipta dari interaksi
antar tokoh, maupun misteri tersembunyi yang perlahan harus dikuliti untuk
mendapatkan jawabannya dengan membacanya hingga akhir. Tentu saja, aku juga
menyuguhkan plot twist di akhir cerita.
Novel pertamaku
selesai saat mengikuti event Karma di komunitas KamAksara. Pun demikian dengan
novel keduaku ini. Naskah novel Bias juga selesai saat aku mengikuti event
Karma untuk kedua kalinya. Proses penulisannya sangat cepat, kurang lebih hanya
satu bulan saja.
Baca juga >>> Lakukan Cara Ini Agar Buku Tetap Aman Dibawa Kemana Saja, Dibaca Kapan Saja
Seperti
penyusunan naskah novel, aku pun butuh mempersiapkan printilannya terlebih
dahulu. Mulai dari premis, sinopsis, karakterisasi, dan juga outline.
Setelahnya, hampir setiap hari aku menulis, minimal satu bab dengan panjang
kurang lebih seribu dua ratus lima puluh kata. Serius! Menyiapkan printilan
novel sebelum mulai menulis naskahnya sangat membantu memperlancar proses penulisannya.
Kalau pun aku sedang kedistrak dengan hal atau kegiatan lain pun, baik premis,
sinopsis, karakterisasi, dan outline bisa mengembalikanku ke jalan yang benar,
kembali ke alur cerita.
Seperti event
Karma sebelumnya, selalu ada syarat yang harus dipenuhi saat menulis naskah.
Selain syarat dan ketentuan umum yang harus dipatuhi oleh peserta Karma, ada
juga syarat khusus yang diberlakukan untuk Karma kali ini, yaitu adanya key
words yang harus digunakan peserta dalam naskah novelnya. Kata-kata khusus
itu harus disisipkan dengan baik baik dalam narasi ataupun dialog. Bukan hanya
sebagai tempelan saja, ya, tapi kata-kata itu harus menyatu dengan smooth ke
dalam naskas hingga tidak terlihat aneh saat dibaca. Ini sebuah tantangan lain
buatku, sih. Menulis naskah seratus limua puluh halaman saja sudah menjaadi
tantangan, ini masih ditambah dengan key words yang harus dipakai.
Semacam dapat double combo, nggak, sih, hihi.
Untungnya aku
tetap semangat, berpikir positif bahwa apapun kesulitan selama menulis naskah
Bias adalah sebuah tantangan dan aku yakin bisa melaluinya dengan baik. Sujud
syukur, alhamdulillah, aku bisa melaluinya dengan baik. Aku bisa menaklukkan
tantangan menulis seratus lima puluh halaman dengan waktu yang pas. Selesai
pada waktunya.
Aku bersyukur
mendapat beberapa komen positif dari pembaca novel Bias yang aku posting di
platform menulis online Wattpad. Mereka menikmati alur cerita yang kutulis.
Komen positif mereka menjelma menjadi bahan bakar semangat buatku. Bangga?
Sudah pasti, bahkan ini membuat rasa percaya diriku naik beberapa level, cie
...
Tidak sampai di
situ. Aku bisikin sesuatu, ya. Bias ini sudah dilirik penerbiat bahkan ketika
naskahnya belum rampung seratus persen. Yup! Ceritanya masih on going,
tapi sudah dipinang penerbit. Terkejoetlah diriku! Antara senang dan bangga.
Berarti aku sedang berada di jalan yang benar. Dan ini menjelma bahan bakar
yang membakar semangatku untuk menyelesaikannya dengan baik.
Bagiku,
berbangga diri boleh asal jangan jadi sombong. Apalagi sampai meremehkan orang
lain. Ibarat kata, pencapaianku ini masih seujung kuku, masih belum ada
apa-apanya. Banyak penulis lain di luar sana yang sudah menjadi expert
di genre masing-masing, cerita-cerita yang mereka tulis begitu bagus, punya
banyak penggemar, bahkan sudah menjadi langganan penerbit besar. Dengan kata
lain, jalanku masih panjang. Bangkit, oey! Jangan gampang berpuas diri!
Baca juga >>> Serba Serbi Menulis Fiksi di Platform
Behind The Scene
Lahiran Novel Kedua
Selalu ada
cerita menarik di balik proses pembutan sebuah karya. Pun demikian juga saat
ngobrolin BTS alias behind the scene dari Novel Bias ini.
Percaya atau
tidak, jalan cerita di Novel Bias terilhami dari mimpi. Aku yang pagi itu sedang
sakit, sedang tidak enak badan, kepala pusing, kemudian minum obat. Ternyata
efek dari obat itu membuatku mengantuk dan tertidur. Di sinilah awal mula mimpi
dimulai.
Entah kenapa,
mimpi kali itu berbeda. Aku bermimpi seperti sedang menonton film. Semua begitu
jelas, terutama alur cerita dan para tokohnya. Dan ketika aku bangun dari
tidur, alur cerita di mimpi itu begitu membekas. Aku suka jalan cerita mimpiku
kali ini. Tidak mau kehilangan momen, aku bergegas menulis mimpiku dari awal
hungga akhir. Alhasil, aku seperti menulis sebuah sinopsis. Lumayanlah, ya.
Dari mimpi, menjadi sinopsis. Aku menulis sinopsis ini ke dalam bank
naskah.
Tiba saatnya
event Karma datang. Saat itu genre yang harus dipilih peserta antara thriller,
misteri, dan horor. Dari ketiga genre itu, ada kemungkinan aku akan menulis antara
thriller dan misteri. Aku sengaja skip genre horor. Ini salah satu genre
yang kuhindari. Bukan hanya menulis, bahkan membaca cerita dan menonton film pun
aku tidak memilih genre horor. Why???
Aku cukup tahu
diri tentang batasan diriku. Aku tipikal orang yang mudah overthinking.
Nah, kebayang nggak, sih, begitu aku selesai membaca cerita atau nonton film
horor, tetiba aku yang sedang ada di kamar mendengar suara kursi di ruang makan
bergeser. Atau juga suara langkah kaki di atas genting. Pikiran, perasaan dan
prasangkaku jadi kemana-mana. Jangan jangan itu suara ... jangan jangan itu
langkah kaki ... sesuatu yang menyeramkan. Kan aku jadi capek, ya. Padahal bisa
jadi itu adalah suara kursi yang tergeser jarena Oscar, kucingku yang segede
gulungan kapas sedang berlarian lalu nggak sengaja nyenggol itu kursi. Bisa
jadi juga, suara langkah kaki di atas genting adalah langkah kaki Meng,
sobatnya Oscar, yang suka jalan malam lalu nongkrong di atas genting sambil
menikmati rembulan.
Tuh! Semua
kejadian bisa dijelaskan. Mangkanya jangan overthinking. Tolonglah!
Baca juga >>> Mengenal Self Love Lewat Buku Semeleh
Karena harus
memilih satu genre, aku memutuskan menulis cerita bergenre misteri. Aku membuka
bank ideku. Dari sekian banyak ide yang tertulis, akhirnya aku memilih ide yang
bersumber dari mimpi itu, yang akan kueksekusi menjadi naskah cerita. Tentu
saja aku tidak bisa menggunakan ide itu mentah-mentah karena di setiap Karma
akan ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam naskah.
Ada beberapa
syarat yang harus kupenuhi agar naskahlu lolos event Karma.
Pertama, harus ada adegan berdarah-darah di awal bab naskah.
Wah! Menantang sekali bukan. Baru saja membaca, pembaca sudah disuguhi ketegangan.
Kedua, harus ada beberapa key words yang harus dimasukkan
dalam naskah. Keberadaan key words itu harus disebar dari bab awal
hingga akhir.
Ketiga, di dalam cerita, harus melibatkan binatang sebagai
salah satu tokoh, meskipun bukan tokoh utama.
Bagaimana?
Sangat menantang, bukan? Itu baru beberapa poin. Masih ada beberapa lainnya
yang tidak aku spill di sini, ya. Dan alhamdulillah nya, aku bisa mengerjakan
naskah dengan memenuhi syarat-syarat tadi dengan baik.
Aku mengambil
setting kota Jakarta, Yogjakarta, dan Solo di Novel Bias ini. Tapi mayoritas
adegan di Solo, sih. Untuk memperkuat setting, aku memilih nama-nama Jawa untuk
beberapa tokoh. Aku juga menyelipkan kuliner Solo seperti nasi liwet, bakmi
jawa, wedang serbat, dll. Tak lupa aku mengejak tokohku untuk berjalan, jalan
ke beberapa tempat yang menjadi icon kota Solo. Salah satunya adalah Pasar
Klewer.
Aku sangat
bersyukur dimudahkan dan dilancarkan menulis Novel Bias dari awal hingga akhir,
hingga naskahnya utuh seratus persen. Termasuk dalam proses editing bersama
editor penerbit. Pun ketika aku memilih cover untuk novel Bias. Untuk yang terakhir
ini, sebenarnya aku sedikit galau, antara menampilkan gelang milik Kirana atau
mawar putih pemberian Ardi. Setelah menimbangkan beberapa hal, akhirnya aku
pilih cover dengan menampilkan bunga mawar putih yang ternoda dengan percikan
darah. Fix! Cakep, sih, covernya dan mewakili cerita.
Baca juga >>> Berkarya dan Berbagi Lewat Antologi bersama IIDN
Nah, kalian
pasti penasaran. Siapa Kirana? Siapa Ardi? Apa hubungannya dengan gelang dan
mawar putih? Lalu kenapa mawar putihnya jadi berdarah darah? Silakan temukan
jawabannya setelah membaca Novel Bias, ya. Pemesanan, silakan pesan di sini.
~ Hana Aina ~
Baca juga, ya ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berbagi komentar ^^