Rabu, 15 Januari 2025

Di Balik Penulisan Novel Bias


Senang rasanya bisa terus produktif. Meski lajunya tidak secepat cahaya, tapi progres pergerakannya nampak. Ibarat kata, slow but sure. Tidak terburu-buru. Nikmati saja prosesnya.

Tahun 2022 saat aku baru saja launching novel pertamaku The Sign, aku bertanya pada diri sendiri, akankah ini menjadi yang pertama sekaligus yang terakhir? Untungnya sih jawabannya tidak. Alhamdulillah. Dan sebenarnya jawaban itulah yang kuinginkan. Aku tidak mau berpuas diri lalu berhenti hanya dengan satu karya saja. Bersyukur banget, kelahiran novel pertamaku The Sign kemudian disusul dengan kelahiran novel keduaku, Bias.

Memang. Manusia tidak akan pernah merasa puas. Namun jika ketidakpuasan itu berhubungan dengan hal yang positif, kenapa tidak. Aku pribadi tidak puas hanya dengan menulis satu novel saja. Dari ketidakpuasanku ini, aku kemudian kembali menantang diri unutuk mulai menulis novel kedua.

Memang tidak mudah, tapi bukan berarti tidak bisa, kan. Bagiku, menulis novel itu butuh napas dan semangat panjang. Pemanasannya saja sudah butuh fokus dan semangat untuk menyusun printilannya. Mulai dari mempersiapkan premis, karakterisasi tokoh, pemilihan setting tempat dan waktu, pembuatan sinopsis, hingga outline per bab. Belum lagi, saat novel ini direncanakan diunggah di plarform menulis online, aku juga harus memikirkan desain covernya. 

Itu tadi baru persiapan, lho, ya. Belum mulai menulis, hihi. Masih panjang jalannya untuk sampat ke kata The End. Karena aku harus menyiapkan waktu juga untuk menulis naskahnya. Kebetulan saat aku menulis novel Bias, aku juga bekerja di sebuah fasilitas pelayanan kesehatan. Untuk urusan ini, aku harus punya manajemen waktu yang baik. Mood juga harus dijaga. Jangan sampai mood drop atau bahkan hilang di tengan jalan. Apalagi terkena writers block. Duh! Jangan sampai, deh.

 

Baca juga >>> Imajinasi Tanpa Batas di Fiksi Fantasi

 

Ada beberapa hal yang biasa kulakukan agar tidak terkena writers block. Andai saja aku terkena writers block, durasinya pun tidak lama dan tidak begitu parah. Salah satunya, aku tetap menyempatkan membaca dan menonton film. Tentu saja, genre fim dan novel yang kubaca sesuai dengan genre cerita yang sedang kutulis. Kapan-kapan aku akan menulis tentang writers block ini pada artikel yang tersendiri.

Saat aku menulis novel Bias, aku membaca novel-novel karya JD Rob dan Karen Rose. Keduanya adalah penulis yang fokus ke genre thriller dan misteri dengan berfokus pada penyelesaian kasus kriminal. Beberapa karya mereka yang pernah kubaca adalah You Belong To Me (Karen Rose), Origin in Death, dan Survivor in Death (JD Rob). Dengan membaca novel-novel sejenis, bisa memancing imajinasiku sekaligus membangun suasana agar terasa ketegangannya (suspense). Selain itu, dengan membaca novel mereka bisa membantuku memahami pembuatan alur dan plot twist untuk cerita bersuspense seperti ini.

 

Baca juga >>> 5 Trik Agar Judul Artikelmu Menarik

 

Tentang Novel Bias

Sujud syukur saat novel keduaku, Bias, dilaunching. Ini melanjutkan kebahagiaanku setelah novel pertamaku, The Sign, terbit dua tahun lalu. Tidak hanya berhenti sampai di sini. Timing ini membuatku semakin bersemangat untuk terus belajar menulis fiksi. Aku ambil beberapa kelas menulis online baik yang geratis maupun yang berbayar. Berbagai webinar dari berbagai komunitas pun kuikuti agar aku dapat lebih banyak semangat untuk menyelesaikan naskahku.

Novel The Sign terbit tahun 2022, sedang Novel Bias diluncurkan ke pasar tahun 2024. Berbeda dengan The Sign yang mengusung genre science fiction, Bias lebih bergenre misteri kriminal. Sesuai dengan genrenya, Bias aku hadirkan kepada pembaca dengan menyuguhkan sebuah teka-teki yang harus dipecahkan, yang melibatkan kejahatan dan investigasi kepolisian. Selama membaca cerita Bias, aku ingin pembaca terlibat ke dalamnya, membuka lembar demi lembar dan menemukan petunjuk untuk dipecahkan. Pembaca dapat merasakan ketegangan yang tercipta dari interaksi antar tokoh, maupun misteri tersembunyi yang perlahan harus dikuliti untuk mendapatkan jawabannya dengan membacanya hingga akhir. Tentu saja, aku juga menyuguhkan plot twist di akhir cerita. 

Novel pertamaku selesai saat mengikuti event Karma di komunitas KamAksara. Pun demikian dengan novel keduaku ini. Naskah novel Bias juga selesai saat aku mengikuti event Karma untuk kedua kalinya. Proses penulisannya sangat cepat, kurang lebih hanya satu bulan saja. 

 

Baca juga >>> Lakukan Cara Ini Agar Buku Tetap Aman Dibawa Kemana Saja, Dibaca Kapan Saja

 

Seperti penyusunan naskah novel, aku pun butuh mempersiapkan printilannya terlebih dahulu. Mulai dari premis, sinopsis, karakterisasi, dan juga outline. Setelahnya, hampir setiap hari aku menulis, minimal satu bab dengan panjang kurang lebih seribu dua ratus lima puluh kata. Serius! Menyiapkan printilan novel sebelum mulai menulis naskahnya sangat membantu memperlancar proses penulisannya. Kalau pun aku sedang kedistrak dengan hal atau kegiatan lain pun, baik premis, sinopsis, karakterisasi, dan outline bisa mengembalikanku ke jalan yang benar, kembali ke alur cerita.

Seperti event Karma sebelumnya, selalu ada syarat yang harus dipenuhi saat menulis naskah. Selain syarat dan ketentuan umum yang harus dipatuhi oleh peserta Karma, ada juga syarat khusus yang diberlakukan untuk Karma kali ini, yaitu adanya key words yang harus digunakan peserta dalam naskah novelnya. Kata-kata khusus itu harus disisipkan dengan baik baik dalam narasi ataupun dialog. Bukan hanya sebagai tempelan saja, ya, tapi kata-kata itu harus menyatu dengan smooth ke dalam naskas hingga tidak terlihat aneh saat dibaca. Ini sebuah tantangan lain buatku, sih. Menulis naskah seratus limua puluh halaman saja sudah menjaadi tantangan, ini masih ditambah dengan key words yang harus dipakai. Semacam dapat double combo, nggak, sih, hihi.

Untungnya aku tetap semangat, berpikir positif bahwa apapun kesulitan selama menulis naskah Bias adalah sebuah tantangan dan aku yakin bisa melaluinya dengan baik. Sujud syukur, alhamdulillah, aku bisa melaluinya dengan baik. Aku bisa menaklukkan tantangan menulis seratus lima puluh halaman dengan waktu yang pas. Selesai pada waktunya. 

Aku bersyukur mendapat beberapa komen positif dari pembaca novel Bias yang aku posting di platform menulis online Wattpad. Mereka menikmati alur cerita yang kutulis. Komen positif mereka menjelma menjadi bahan bakar semangat buatku. Bangga? Sudah pasti, bahkan ini membuat rasa percaya diriku naik beberapa level, cie ...

Tidak sampai di situ. Aku bisikin sesuatu, ya. Bias ini sudah dilirik penerbiat bahkan ketika naskahnya belum rampung seratus persen. Yup! Ceritanya masih on going, tapi sudah dipinang penerbit. Terkejoetlah diriku! Antara senang dan bangga. Berarti aku sedang berada di jalan yang benar. Dan ini menjelma bahan bakar yang membakar semangatku untuk menyelesaikannya dengan baik.

Bagiku, berbangga diri boleh asal jangan jadi sombong. Apalagi sampai meremehkan orang lain. Ibarat kata, pencapaianku ini masih seujung kuku, masih belum ada apa-apanya. Banyak penulis lain di luar sana yang sudah menjadi expert di genre masing-masing, cerita-cerita yang mereka tulis begitu bagus, punya banyak penggemar, bahkan sudah menjadi langganan penerbit besar. Dengan kata lain, jalanku masih panjang. Bangkit, oey! Jangan gampang berpuas diri!



 

Baca juga >>> Serba Serbi Menulis Fiksi di Platform

 

Behind The Scene Lahiran Novel Kedua

Selalu ada cerita menarik di balik proses pembutan sebuah karya. Pun demikian juga saat ngobrolin BTS alias behind the scene dari Novel Bias ini. 

Percaya atau tidak, jalan cerita di Novel Bias terilhami dari mimpi. Aku yang pagi itu sedang sakit, sedang tidak enak badan, kepala pusing, kemudian minum obat. Ternyata efek dari obat itu membuatku mengantuk dan tertidur. Di sinilah awal mula mimpi dimulai.

Entah kenapa, mimpi kali itu berbeda. Aku bermimpi seperti sedang menonton film. Semua begitu jelas, terutama alur cerita dan para tokohnya. Dan ketika aku bangun dari tidur, alur cerita di mimpi itu begitu membekas. Aku suka jalan cerita mimpiku kali ini. Tidak mau kehilangan momen, aku bergegas menulis mimpiku dari awal hungga akhir. Alhasil, aku seperti menulis sebuah sinopsis. Lumayanlah, ya. Dari mimpi, menjadi sinopsis. Aku menulis sinopsis ini ke dalam bank naskah. 

Tiba saatnya event Karma datang. Saat itu genre yang harus dipilih peserta antara thriller, misteri, dan horor. Dari ketiga genre itu, ada kemungkinan aku akan menulis antara thriller dan misteri. Aku sengaja skip genre horor. Ini salah satu genre yang kuhindari. Bukan hanya menulis, bahkan membaca cerita dan menonton film pun aku tidak memilih genre horor. Why???

Aku cukup tahu diri tentang batasan diriku. Aku tipikal orang yang mudah overthinking. Nah, kebayang nggak, sih, begitu aku selesai membaca cerita atau nonton film horor, tetiba aku yang sedang ada di kamar mendengar suara kursi di ruang makan bergeser. Atau juga suara langkah kaki di atas genting. Pikiran, perasaan dan prasangkaku jadi kemana-mana. Jangan jangan itu suara ... jangan jangan itu langkah kaki ... sesuatu yang menyeramkan. Kan aku jadi capek, ya. Padahal bisa jadi itu adalah suara kursi yang tergeser jarena Oscar, kucingku yang segede gulungan kapas sedang berlarian lalu nggak sengaja nyenggol itu kursi. Bisa jadi juga, suara langkah kaki di atas genting adalah langkah kaki Meng, sobatnya Oscar, yang suka jalan malam lalu nongkrong di atas genting sambil menikmati rembulan. 

Tuh! Semua kejadian bisa dijelaskan. Mangkanya jangan overthinking. Tolonglah!

 

Baca juga >>> Mengenal Self Love Lewat Buku Semeleh

 

Karena harus memilih satu genre, aku memutuskan menulis cerita bergenre misteri. Aku membuka bank ideku. Dari sekian banyak ide yang tertulis, akhirnya aku memilih ide yang bersumber dari mimpi itu, yang akan kueksekusi menjadi naskah cerita. Tentu saja aku tidak bisa menggunakan ide itu mentah-mentah karena di setiap Karma akan ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam naskah.

Ada beberapa syarat yang harus kupenuhi agar naskahlu lolos event Karma. 

Pertama, harus ada adegan berdarah-darah di awal bab naskah. Wah! Menantang sekali bukan. Baru saja membaca, pembaca sudah disuguhi ketegangan.

Kedua, harus ada beberapa key words yang harus dimasukkan dalam naskah. Keberadaan key words itu harus disebar dari bab awal hingga akhir.

Ketiga, di dalam cerita, harus melibatkan binatang sebagai salah satu tokoh, meskipun bukan tokoh utama.

Bagaimana? Sangat menantang, bukan? Itu baru beberapa poin. Masih ada beberapa lainnya yang tidak aku spill di sini, ya. Dan alhamdulillah nya, aku bisa mengerjakan naskah dengan memenuhi syarat-syarat tadi dengan baik. 

Aku mengambil setting kota Jakarta, Yogjakarta, dan Solo di Novel Bias ini. Tapi mayoritas adegan di Solo, sih. Untuk memperkuat setting, aku memilih nama-nama Jawa untuk beberapa tokoh. Aku juga menyelipkan kuliner Solo seperti nasi liwet, bakmi jawa, wedang serbat, dll. Tak lupa aku mengejak tokohku untuk berjalan, jalan ke beberapa tempat yang menjadi icon kota Solo. Salah satunya adalah Pasar Klewer.

Aku sangat bersyukur dimudahkan dan dilancarkan menulis Novel Bias dari awal hingga akhir, hingga naskahnya utuh seratus persen. Termasuk dalam proses editing bersama editor penerbit. Pun ketika aku memilih cover untuk novel Bias. Untuk yang terakhir ini, sebenarnya aku sedikit galau, antara menampilkan gelang milik Kirana atau mawar putih pemberian Ardi. Setelah menimbangkan beberapa hal, akhirnya aku pilih cover dengan menampilkan bunga mawar putih yang ternoda dengan percikan darah. Fix! Cakep, sih, covernya dan mewakili cerita.



Baca juga >>> Berkarya dan Berbagi Lewat Antologi bersama IIDN

 

Nah, kalian pasti penasaran. Siapa Kirana? Siapa Ardi? Apa hubungannya dengan gelang dan mawar putih? Lalu kenapa mawar putihnya jadi berdarah darah? Silakan temukan jawabannya setelah membaca Novel Bias, ya. Pemesanan, silakan pesan di sini.

 

 

~ Hana Aina ~

 

 

Baca juga, ya ...






 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berbagi komentar ^^