Salah satu kegiatan favoritku adalah menulis. Orang bilang menulis itu sulit. Sebagian lagi bilang kalau nggak punya bakat menulis. Etapi tahukah kamu, ada yang bilang juga kalau menulis itu 1% bakat, 99% nya adalah latihan.
Yup! Menulis itu skill. Yang itu berarti kemampuan
menulis itu bisa dipelajari dan ditingkatkan. Kuncinya ada 3 : Praktik!
Praktik! Praktik! Apa yang dipraktikkan? Tentu saja praktik menulis.
Aku sendiri pernah ikut beberapa kali kelas menulis. Temanya
pun berbeda-beda karena memang aku ingin belajar banyak tentang dunia menulis.
Selain itu aku juga bergabung dalam beberapa komunitas menulis. Banyak banget
manfaat yang kudapat dari hal ini : teman, ilmu, relasi, termasuk peluang
berkarya.
Asyiknya Menulis Antologi
Salah satu komunitas penulis yang aku ikuti
adalah Ibu Ibu Doyan Nulis alias IIDN. Ini adalah komunitas penulis perempuan
pertama yang kuikuti. Banyak kegiatan yang aku ikuti di komunitas perempuan ini. Salah
satunya adalah tantangan menulis.
Bukan hanya sekedar tantangan menulis, sih.
Menariknya, ini adalah ajang seleksi tulisan untuk antologi. FYI, bagi yang
belum tahu, antologi tuh kumpulan karya dari beberapa orang. Dalam hal ini,
antologi yang kuikuti berwujud kumpulan karya yang berupa tulisan. Temanya juga
berbagai macam. Ada yang berupa naskah non fiksi, naskah fiksi, puisi, dll.
Bagi siapapun yang sedang belajar menulis, tidak ada
salahnya ikut seleksi antologi. Tantang dirimu berkompetisi dengan penulis
lain. Semacam mengasah mental dan kemampuan menulis yang sudah didapat.
Selama aku bergabung, IIDN cukup sering
menyelenggarakan seleksi antologi. Tulisanku pernah beberapa kali lolos seleksi
antologi bareng komunitas perempuan penulis ini. Tema yang kuikuti pun beragam. Ada yang tentang
pengalaman ngeblog, pengalaman healing, hingga naskah fiksi berupa cerita anak.
Bagiku antologi semacam batu loncatan untuk menulis
karya yang lebih dalam lagi, buku solo misalnya. Untuk antologi yang ditulis
oleh rame-rame oleh beberapa penulis, biasanya aku menulis 5-7 lembar saja. Sedangkan
buku solo, aku harus menulis 150-200 lembar.
Butuh usaha dan napas yang lebih panjang saat menulis
buku solo. Etapi bukan berarti menulis antologi tidak butuh usaha, ya. Keduanya
tetap sama butuh semangat dan perjuangan menyelesaikannya, meski memang
gregetnya beda.
Aku sih masih terus berusaha mencoba mengumpulkan
keberanian menulis buku solo. Salah satu caraku melatihnya, ya lewat antologi
ini. Lebih sering aku menantang diri menulis antologi, aku merasa lebih terlatih.
Selain sebagai batu loncatan, antologi juga kugunakan
sebagai ajang latihan menulis. Dengan tema yang beragam, aku berusaha menantang
diri sendiri untuk menulis sesuai tema. Dengan tema yang lebih beragam, kemampuan
menulis pun lebih terasah. Bagaimanapun, masing-masing tema memiliki cara penulisan
dan tantangan yang berbeda.
Penulisan naskah non fiksi misalnya, tentu berbeda
dengan naskah fiksi. Naskah non fiksi yang berdasarkan pengalaman pribadi yang
menggembirakan tentu berbeda cara menceritakannya dengan naskah pengalaman
menyedihkan.
Pun demikian dengan naskan fiksi. Jika target
pembacanya anak-anak -semacam cerita anak- tentu bahasa dan tema yang diangkat
sangat berbeda dengan cerita untuk dewasa. Demikian pula dengan cerita yang
diperuntukkan bagi remaja. Belum lagi setting tempat dan penokohan, menjadi tantangan
sendiri bagi penulis.
Semakin banyak tema yang kutulis, semakin banyak
pengalaman yang kudapatkan. Salah satu yang dilakukan sebelum menulis adalah riset.
Ini dilakukan dalam rangka mengumpulkan data dan bahan tulisan. Riset dilakukan
baik saat akan menulis tulisan fiksi maupun non fiksi.
Dengan melakukan riset, mau tidak mau aku harus
membaca banyak hal sesuai bidang yang akan kutulis. Semakin beragam yang
kubaca, semakin banyak ilmu yang kudapat.
Berkarya dan Berbagi Lewat Antologi
Selama bergabung dengan komunitas perempuan
IIDN, aku beberapa kali berkesempatan menjadi kontributor di buku antologi
IIDN. Setelah memberanikan diri ikut dalam seleksi, berkompetisi dengan penulis
lain, akhirnya naskahku lolos. Alhamdulillah banget, ya.
Antologi pertamaku bersama komunitas penulis IIDN adalah Ngeblog Seru
ala Ibu Ibu. Ini adalah antologi yang membahas tentang dunia blogging. Ada
dua naskahku yang lolos di antologi ini. Aku menulis keduanya lebih ke sharing
pengalaman selama aku menjadi blogger.
Pada naskah pertama, aku berbagi pengalamanku dalam merawat blogku.
Ibarat rumah, blog adalah rumah bagi seorang blogger. Rumah perlu dirawat.
Salah satu cara merawat blog adalah terus menulis konten.
Di naskah kedua, aku menuliskan beberapa tips yang bisa
dilakukan blogger pemula untuk menjadikan blognya sumber cuan. Ada beberapa
cara yang kutulis di sana. Meski aku pribadi tidak menerapkan semuanya di blogku,
hanya beberapa saja. Yeah, siapa tahu ada pembaca buku antologi Ngeblog Seru
ala Ibu Ibu yang ingin mencobanya.
Setelah menulis naskah non fiksi, untuk antologi kedua
bersama komunitas penulis IIDN aku mencoba menulis naskah fiksi. Lebih tepatnya cerita anak. Di antologi
ini aku membuat cerita petualangan beberapa anak pemberani yang memecahkan teka
teki sebuah rumah tua. Bagiku, di antologi ini bukan hanya sekedar menyuguhkan
hiburan tapi juga mengajarkan kekompakan tim pada anak-anak yang membacanya.
Antologi ketigaku bersama komunitas perempuan penulis IIDN sedikit emosional. Judul
besarnya adalah Pulih. Dari ketiga antologi, inilah proses penulisan
terberat yang kulakukan. Bukan karena menulisnya, tapi lebih karena kenangan
yang harus kutulis di naskah ini. Aku sempat menangis beberapa kali untuk menyelesaikan
naskah ini.
Yup! Pulih adalah kumpulan kisah berdasarkan
cerita nyata tentang perjuangan para penulis keluar dari situasi terpuruknya. Kami mencoba berdamai dengan masa lalu, terutama hal-hal tidak menyenangkan hingga
membuat kami mengalami trauma berkepanjangan.
Dan ternyata melepaskan semua trauma masa lalu itu
tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh perjuangan. Karenanya di
antologi Pulih ini, kami para kontributor didampingi langsung oleh
seorang Psikolog. Beliau membantu kami melewati tahapan pemulihan diri.
Harus kuakui, menulis antologi Pulih seperti
mengorek luka masa lalu. Tapi bagaimanapun luka itu harus segera disembuhkan
agar kehidupan di masa mendatang berjalan lebih baik. Apapun masalah yang
dihadapi, kami berjuang untuk bangkit. Kami kehilangan orang tercinta, tapi jangan
sampai kehilangan semangat untuk meneruskan hidup.
Dari berbagai antologi bersama komunitas penulis IIDN, aku merasakan
bahwa ini bukan hanya sekedar mengumpulan tulisan untuk dibukukan. Ini adalah
cara penulis bersama IIDN memberikan manfaat kepada pembaca melalui tulisan.
Ada ilmu bermanfaat, pengalaman berharga yang dibagikan, berbagai kisah kehidupan
yang menginspirasi, hingga hiburan.
Orang bijak mengatakan, pengalaman adalah guru
terbaik. Namun untuk mendapatkan pelajaran dari sebuah pengalaman, kita tidak
harus melalui peristiwa itu sendiri. Kita bisa belajar dari pengalaman orang
lain. Salah satunya lewat membaca, termasuk beberapa buku antologi IIDN yang
memang ditulis berdasarkan kisah nyata penulisnya.
Tips Mengikuti Antologi
Ada saja setiap tahuan, atau malah setiap bulan
beberapa pihak yang menyelenggarakan audisi naskah antologi. Tema yang ditawarkannya
pun bermacam-macam. Nah, buat kamu yang ingin mencoba ikutan, aku ada beberapa
tips yang bisa kamu terapkan dalam mempersiapkan naskahmu. Siapa tahu lolos.
Bisa dibukukan pula. Asyik!
- Baca baik-baik syarat. Jangan sampai yang diminta panitia tulisan bentuknya A, eh kamu nulisnya bentuk B. Menulislah sesuai dengan aturan. Termasuk persyaratan pengiriman naskah.
- Menulislah sesuai tema yang ditentukan. Pilih ide yang unik dan gali tulisanmu lebih mendalam.
- Rapikan naskah. Minimalkan kesalahan tulisan dan gunakan tanda baca dengan baik.
- Jangan SKS alias Sistem Kebut Semalam! Kerjakan naskah jauh hari. Jangan mepet deadline. Dengan mengerjakan naskah jauh sebelum deadline, kamu masih ada waktu untuk mengendapkan naskahmu lalu mengeditnya.
- Perhatikan deadline. Jangan sampai telat mengirimkan naskah. Sayang kan kalau naskah sudah jadi tapi didiskualifikasi karena telat mengirimnya.
- Perhatikan pula etika pengiriman naskah. Jika diminta mengirim naskah lewat email, jangan lupa menuliskan salam pembuka, salam penutup serta kalimat pengantar pada badan email. Jangan kosongan, ya. Kayak bakso aja, haha.
Tidak ada salahnya kamu mencoba menulis antologi
sebagai bagian dari proses belajar menulis. Kalau sudah terbiasa, kamu bisa meningkatkan
kemampuanmu dan memberanikan diri menulis buku solo.
Siapa sih yang gak mau berkembang menjadi lebih baik?
Semua pasti ingin. Namun segala sesuatu yang besar bisa diawali dengan langkah
kecil. Termasuk menulis antologi. Selamat mencoba!
~ Hana Aina ~
Baca juga, ya ...
Lakukan 5 Trik Ini agar Paragraf Pertamamu Menarik |
Resolusi Membacaku Tahun 2022 |
Lakukan Cara Ini agar Buku Aman Dibawa Kemana Saja |
5 Trik agar Judul Artikelmu Menarik |
Serba Serbi Menulis Fiksi di Platform |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berbagi komentar ^^