Senin, 13 Februari 2023

Ikutan Goceng Challenge, Yakin Berani?

 

 

Sesuatu yang dilakukan secara terus menerus dalam waktu lama tanpa adanya sesuatu perubahan bisa membuat rasa jenuh datang. Itu yang pernah terjadi padaku dengan hobi membacaku.

Aku suka membaca. Ini menjadi salah satu aktivitas harian yang sudah secara otomatis ada di to do list ku. Aku sengaja menyisihkan beberapa jam sehari untuk membaca. Terkadang aku membaca setelah sholat subuh, tak jarang pula aku membaca sebelum tidur.

Aku juga menyelipkan sebuah buku ke dalam tas saat aku keluar rumah. Harapannya, saat ada waktu luang, menunggu sesuatu atau seseorang misalnya, aku dapat memanfaatkannya dengan membaca.

 

Awal Mula Kusuka Membaca

Aku suka membaca sejak kecil. Bapak adalah sosok yang mengenalkanku pada kebiasaan ini. Bapakku seorang kutu buku. Beliau suka membaca baik buku, majalah, hingga koran. Setiap hari bapak menyempatkan membaca.

Selain membaca, bapak juga mengoleksi buku. Bahkan bapak punya perpustakaan kecil yang berisi berbagai buku dalam berbagai genre. Namun kebanyakan adalah buku psikologi popular, agama, dan politik.

Bapak memperlakukan buku-bukunya dengan sangat istimewa. Bapak menyampul semua bukunya, lalu membubuhkan identitas dengan stempel koleksi pribadi yang diikuti dengan nama bapak. Bapak juga menyusun rapi buku-buku tersebut, mengelompokkannya berdasarkan topik pembahasan. Aku sering membantu bapak menyampul buku atau sekedar menatanya di almari. Tentu saja dengan arahan dari bapak agar buku-buku tersebut terlihat rapi.

Dalam keseharian, bapak tidak hanya memperkenalkanku dengan membaca lalu menyuruhku membaca, tapi juga memberi contoh keteladanan serta memfasilitasiku dengan berbagai bahan bacaan. Meski lelah setelah bekerja seharian, bapak masih menyempatkan membaca setelah sholat Isya. Biasanya beliau membaca sambil membersamaiku belajar. Ini yang membuatku beranggapan bahwa buku dan aktivitas membaca adalah sesuatu yang sudah biasa.

Bapak tidak hanya membaca. Sering kali beliau membuat catatan di sebuah block note. Beliau mencatat hal-hal penting dari yang dibacanya. Kalau sekiranya ada istilah yang tidak beliau pahami, bapak akan mencari tahu dalam kamus popular.

Yup, demi mendukung kegemarannya membaca, bapak sampai membeli beberapa kamus popular. Zaman dulu, ponsel belum secanggih sekarang dimana kita bisa mencari segala sesuatu yang tidak dimengerti dengan berselancar di internet. Kalau zaman dulu, kamus adalah senjata andalan.

 

Baca juga >>> Serba Serbi Menulis Fiksi di Plarform

 

Buku Bacaan Pertamaku

Pertama kali aku mendapat bahan bacaanku sendiri adalah saat sekolah dasar. Bapak berlangganan sebuah majalah anak-anak untukku setiap bulannya. Nama majalahnya adalah Aku Anak Sholeh. Seperti majalah anak-anak kebanyakan, isinya bervariasi dengan berbagai aktivitas permainan, mewarnai, berhitung, menggambar, dan juga membaca. Yang terakhir itu segmen favoritku.

Aku ingat betul, selain cerpen, ada juga beberapa komik sederhana. Salah satunya tentang Cici dan Koko. Ini seperti fabel, ya. Cerita binatang yang bisa bicara. Cici adalah kucing, sedangkan Koko adalah burung kakak tua.

Saat aku masuk sekolah menengah pertama, aku masih membaca majalah. Ada dua majalah yang disodorkan bapak dan memintaku memilih salah satu. Ada majalah Annida yang berisi banyak tulisan fiksi, dan majalah Ummi yang lebih banyak tulisan non fiksi seputar dunia perempuan.

Aku nggak bisa memilih salah satu karena bagiku keduanya menarik dengan keunggulannya masing-masing. Aku merajuk ke bapak agar dibelikan keduanya. Awalnya bapak menolak. Namun, mungkin, setelah melihat keseriusanku membaca, bapak mengabulkan.

Aku membaca novel saat sudah sekolah menengah atas. Novel pertama yang kubaca adalah novel remaja Trio Detective karya Alfred Hitchcock. Setelahnya, aku juga membaca beberapa novel karya N.H Dini dan juga komik Detective Conan. Semua novel itu kutemukan di antara ratusan buku di perpustakaan sekolah. Secara tidak langsung, perpustakaan sekolah juga yang memperkenalkanku pada aktivitas membaca, dengan koleksi buku yang lebih variatif.

Dari sini pula aku mulai membaca buku-buku tebal. Buku psikologi popoler terbitan Kaifa adalah buku-buku yang banyak mengisi hari-hariku setelah sekolah : Quantum learning, Quantum Writring, Revolution Learning, I Love Me, Emotional Quotion, It’s My Life, dll.

 

Baca juga >>> Lakukan Cara Ini Agar Buku Tetap Aman Dibawa Kemana Aja, Dibaca Kapan Aja

 

Pengalaman Pertama Mereview Buku

Kegiatan mereview buku sebenarnya sudah diajarkan di sekolah. Aku lupa tepatnya kapan aku mendapatkan pelajaran itu. Yang jelas mereview buku menjadi salah satu tema pembahasan di pelajaran Bahasa Indonesia.

Aku pribadi menjadi bookstagrammer justru setelah lulus kuliah. Bookstagrammer adalah orang yang memberikan informasi seputar buku, termasuk mereview buku. Rencananya aku akan membahas seputar Bookstagram dan Bookstagrammer pada artikel berikutnya.

Bertahun-tahun aku membaca banyak buku. Namun kegiatannya hanya begitu saja. Setelah membaca selesai, aku langsung menyimpan buku tersebut lalu beralih ke buku lainnya. Namun semenjak tahun 2017 aku mulai belajar mereview buku.

Aku berpikir, alangkah sayangnya kalau aku hanya membaca hanya untuk diriku sendiri. Akan lebih bermanfaat kalau aku bisa membagikan apa yang sudah kubaca kepada orang lain. Akhirnya, aku membuat akun instgram yang khusus membahas tentang buku dan dunia kepenulisan bernama hanaandbooks, yang kemudian menjadi bookstagram.

Awalnya, aku hanya mereview buku yang kubaca. Namun suatu hari ada pihak penerbit yang mengajak kerjasama untuk mereview beberapa buku terbitan mereka. Tidak hanya sampai di situ, beberapa penulis pun menghubungiku untuk maksud yang sama. Aku akan cerita ini di artikel berikutnya, ya.

 

Saat Rasa Jenuh Itu Datang

Aktivitas membaca lalu mereview berlangsung beberapa tahun hingga suatau saat aku jenuh. Aku mulai berselancar untuk mendapatkan hal-hal baru agar aku semangat lagi membaca. Aku butuh sesuatu yang baru. Aku butuh tantangan.

Hal pertama yang kutemukan adalah tantangan one week one book alias OWOB. Pada tantangan ini, aku diharuskan menyetor satu review buku setiap minggunya. Tentu ini bukan tantangan yang sulit, ya. Untuk membaca satu buku saja hanya butuh waktu 3-4 hari dengan catatan tidak ada gangguan, entah itu rasa malas yang tiba-tiba datang atau terjeda dengan kegiatan lain.

Setiap bulannya akan ada rekapan presensi setoran review buku, dan yang berhasil melaksanakan tantangan dengan baik akan mendapatkan sertifikat. Dengan adanya ini, aku jadi bersemangat kembali untuk membaca dan mereview buku. Bagi kamu yang ingin bergabung dalam tantangan ini bisa langsung meluncur ke Instagram Gerakan OneWeek One Book.

Tantangan lain yang membuat kegiatanku sebagai bookstagrammer lebih warna warni adalah Goceng Challenge.

 

Baca juga >>> 5 Trik Agar Judul Artikelmu Menarik


Goceng Challenge

Aku mengikuti Goceng Challenge baru satu tahun terakhir, dan ini adalah tahun keduaku. Dan sepertinya aku akan terus mengikuti tantangan yang satu ini.

Dalam Goceng challenge aku hanya perlu membaca buku lalu membuat reviewnya. Aku biasa membuat mini review di akun instagramku hanaandbooks dan full review di blog Cerita Hana ini. Silakan mampir bila berkenan.

Yang membedakan Goceng Challenge dengan tantangan lainnya adalah, tantangan ini mengharuskanku menabung setelah menyelesakan membaca satu buku. Dari namanya sudah ketahuan dong berapa nominal yang harus kutabung. Yup! Goceng alias lima ribu rupiah.

Biasanya, aku akan membuat daftar buku-buku yang sudah kubaca. Karena tantangan ini berlaku setahun, kemungkinan akan panjang ya daftar bukunya. Tergantung seberapa banyak buku yang berhasil kubaca setahun ini nanti.

Tahun ini aku menargetkan membaca 60 buku. Target yang sama dengan tahun lalu. Namun harapannya, tantangan ini akan lebih tercapai di tahun ini. Aamiin.

Tahun kemarin, aku hanya berhasil membaca 17 buku dari target 60 buku. Lumayanlah, ya, hihi. Aku sudah cerita tentang membaca 17 buku dalam setahun ini di artikelku Resolusi Literasi, silakan mampir.

Goceng Challenge berlangsung selama setahun. Untuk tahuan kemarin, karena aku hanay berhasil membaca 17 buku, maka tabunganku 17 x Rp. 5.000.- = Rp. 85.000.- Lumayanlah, ya. Bisa untuk membeli 1 buku baru.

Semoga saja di tahun ini aku bisa menebas habis timbunan bukuku. Paling nggak sejumlah dengan target membacaku tahun ini. Jika aku berhasil membaca 60 buku, berarti untuk Goceng Challenge nanti aku akan menabung sejumlah 60 x Rp. 5.000.- = Rp. 300.000.- Horayyy!!!

Goceng Challenge ini memang unik, ya. Aku bisa terus membaca, mereview buku, sekaligus menabung. Duh! Benefitnya banyak. Dapat ilmu, sekaligus nyimpen duit. Karena ini pula, akhirnya aku menggunakan teknik yang sama untuk menyemangati diri sendiri dalam menulis. Terutama menulis novel.

Pertengahan tahun kemarin aku bertekad menyelesaikan naskah-naskah novelku yang mangkrak. Aku sudah menuliskan perjalananku menulis novel di Writing Journal 2022, silakan mampir.

Aku mengadopsi aturan yang sama dalam menulis. Bedanya hanya di nominal. Untuk setiap bab pada naskah novel yang berhasil kuselesaikan, aku akan menabung Rp. 10.000.- Mungkin tantangan ini bisa kunamai Ceban Challenge, hihi.

Tahun lalu aku berhasil menyelesaikan satu naskah novel dengan sekitar 35 bab. Sudah kebayang dong berapa celenganku untuk tantangan Ceban Challenge. Yup! 35 x Rp. 10.000.- = Rp. 350.000.- Enaknya mau dibelikan apa ya duit segini? Kasih masukan di komentar, ya!

Ternyata kegiatan literasi seperti membaca dan menulis bisa seasyik itu, ya. Tinggal kita yang menjalaninya menkreasikan semenarik mungkin. Hal seperti ini bisa juga, lho, kamu gunakan untuk mengajak keluarga dan orang-orang di sekitarmu untuk lebih gemar membaca dan manulis.

Bagi yang punya anak kecil dan bingung bagaimana memperkenalkan dan membangun kebiasaan membaca dan menulis, bisa juga mengadopsi cara ini. Bedanya, setiap buku yang anak-anak baca, ibu atau ayah akan memberi sejumlah uang. Uangnya tidak langsung diberikan, tapi ditabung dulu.

Alangkah baiknya kalau anak-anak juga bisa menceritakan isi buku yang mereka baca. Ini bisa sekaligus untuk mengetes sejauh mana pemahaman mereka atas buku yang telah mereka baca. Secara tidak langsung, ini jadi kegiatan mereview buku sekaligus story telling, kan.

Baca juga >>> 7 Aktivitas yang Membuat Penulis Nggak Lagi Stuck


Semoga dari hal sederhana namun mengasyikkan ini, kita semua bisa lebih dekat dan terbiasa dengan kegiatan literasi. Selamat mencoba.

 



~ Hana Aina ~

 

 

Baca juga, ya ...






 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berbagi komentar ^^