Sesuatu yang dilakukan secara terus menerus dalam
waktu lama tanpa adanya sesuatu perubahan bisa membuat rasa jenuh datang. Itu
yang pernah terjadi padaku dengan hobi membacaku.
Aku suka membaca. Ini menjadi salah satu aktivitas
harian yang sudah secara otomatis ada di to
do list ku. Aku sengaja menyisihkan beberapa jam sehari untuk membaca.
Terkadang aku membaca setelah sholat subuh, tak jarang pula aku membaca sebelum
tidur.
Aku juga menyelipkan sebuah buku ke dalam tas saat aku
keluar rumah. Harapannya, saat ada waktu luang, menunggu sesuatu atau seseorang
misalnya, aku dapat memanfaatkannya dengan membaca.
Awal Mula
Kusuka Membaca
Aku suka
membaca sejak kecil. Bapak adalah sosok yang mengenalkanku pada kebiasaan ini.
Bapakku seorang kutu buku. Beliau suka membaca baik buku, majalah, hingga
koran. Setiap hari bapak menyempatkan membaca.
Selain
membaca, bapak juga mengoleksi buku. Bahkan bapak punya perpustakaan kecil yang
berisi berbagai buku dalam berbagai genre. Namun kebanyakan adalah buku
psikologi popular, agama, dan politik.
Bapak
memperlakukan buku-bukunya dengan sangat istimewa. Bapak menyampul semua
bukunya, lalu membubuhkan identitas dengan stempel koleksi pribadi yang
diikuti dengan nama bapak. Bapak juga menyusun rapi buku-buku tersebut,
mengelompokkannya berdasarkan topik pembahasan. Aku sering membantu bapak
menyampul buku atau sekedar menatanya di almari. Tentu saja dengan arahan dari
bapak agar buku-buku tersebut terlihat rapi.
Dalam
keseharian, bapak tidak hanya memperkenalkanku dengan membaca lalu menyuruhku
membaca, tapi juga memberi contoh keteladanan serta memfasilitasiku dengan
berbagai bahan bacaan. Meski lelah setelah bekerja seharian, bapak masih
menyempatkan membaca setelah sholat Isya. Biasanya beliau membaca sambil
membersamaiku belajar. Ini yang membuatku beranggapan bahwa buku dan aktivitas
membaca adalah sesuatu yang sudah biasa.
Bapak tidak
hanya membaca. Sering kali beliau membuat catatan di sebuah block note.
Beliau mencatat hal-hal penting dari yang dibacanya. Kalau sekiranya ada
istilah yang tidak beliau pahami, bapak akan mencari tahu dalam kamus popular.
Yup, demi
mendukung kegemarannya membaca, bapak sampai membeli beberapa kamus popular.
Zaman dulu, ponsel belum secanggih sekarang dimana kita bisa mencari segala
sesuatu yang tidak dimengerti dengan berselancar di internet. Kalau zaman dulu,
kamus adalah senjata andalan.
Baca juga
>>> Serba Serbi Menulis Fiksi di Plarform
Buku Bacaan Pertamaku
Pertama
kali aku mendapat bahan bacaanku sendiri adalah saat sekolah dasar. Bapak
berlangganan sebuah majalah anak-anak untukku setiap bulannya. Nama majalahnya
adalah Aku Anak Sholeh. Seperti majalah anak-anak kebanyakan, isinya bervariasi
dengan berbagai aktivitas permainan, mewarnai, berhitung, menggambar, dan juga
membaca. Yang terakhir itu segmen favoritku.
Aku ingat
betul, selain cerpen, ada juga beberapa komik sederhana. Salah satunya tentang
Cici dan Koko. Ini seperti fabel, ya. Cerita binatang yang bisa bicara. Cici
adalah kucing, sedangkan Koko adalah burung kakak tua.
Saat aku
masuk sekolah menengah pertama, aku masih membaca majalah. Ada dua majalah yang
disodorkan bapak dan memintaku memilih salah satu. Ada majalah Annida yang
berisi banyak tulisan fiksi, dan majalah Ummi yang lebih banyak tulisan non
fiksi seputar dunia perempuan.
Aku nggak
bisa memilih salah satu karena bagiku keduanya menarik dengan keunggulannya
masing-masing. Aku merajuk ke bapak agar dibelikan keduanya. Awalnya bapak
menolak. Namun, mungkin, setelah melihat keseriusanku membaca, bapak mengabulkan.
Aku membaca
novel saat sudah sekolah menengah atas. Novel pertama yang kubaca adalah novel
remaja Trio Detective karya Alfred Hitchcock. Setelahnya, aku juga membaca
beberapa novel karya N.H Dini dan juga komik Detective Conan. Semua novel itu kutemukan
di antara ratusan buku di perpustakaan sekolah. Secara tidak langsung,
perpustakaan sekolah juga yang memperkenalkanku pada aktivitas membaca, dengan
koleksi buku yang lebih variatif.
Dari sini
pula aku mulai membaca buku-buku tebal. Buku psikologi popoler terbitan Kaifa
adalah buku-buku yang banyak mengisi hari-hariku setelah sekolah : Quantum
learning, Quantum Writring, Revolution Learning, I Love Me, Emotional Quotion, It’s
My Life, dll.
Baca juga >>>
Lakukan Cara Ini Agar Buku Tetap Aman Dibawa Kemana Aja, Dibaca Kapan Aja
Pengalaman
Pertama Mereview Buku
Kegiatan
mereview buku sebenarnya sudah diajarkan di sekolah. Aku lupa tepatnya kapan
aku mendapatkan pelajaran itu. Yang jelas mereview buku menjadi salah satu tema
pembahasan di pelajaran Bahasa Indonesia.
Aku pribadi
menjadi bookstagrammer justru setelah lulus kuliah. Bookstagrammer adalah orang
yang memberikan informasi seputar buku, termasuk mereview buku. Rencananya aku
akan membahas seputar Bookstagram dan Bookstagrammer pada artikel berikutnya.
Bertahun-tahun
aku membaca banyak buku. Namun kegiatannya hanya begitu saja. Setelah membaca
selesai, aku langsung menyimpan buku tersebut lalu beralih ke buku lainnya.
Namun semenjak tahun 2017 aku mulai belajar mereview buku.
Aku
berpikir, alangkah sayangnya kalau aku hanya membaca hanya untuk diriku
sendiri. Akan lebih bermanfaat kalau aku bisa membagikan apa yang sudah kubaca
kepada orang lain. Akhirnya, aku membuat akun instgram yang khusus membahas
tentang buku dan dunia kepenulisan bernama hanaandbooks, yang kemudian menjadi
bookstagram.
Awalnya,
aku hanya mereview buku yang kubaca. Namun suatu hari ada pihak penerbit yang
mengajak kerjasama untuk mereview beberapa buku terbitan mereka. Tidak hanya
sampai di situ, beberapa penulis pun menghubungiku untuk maksud yang sama. Aku
akan cerita ini di artikel berikutnya, ya.
Saat Rasa
Jenuh Itu Datang
Aktivitas
membaca lalu mereview berlangsung beberapa tahun hingga suatau saat aku jenuh.
Aku mulai berselancar untuk mendapatkan hal-hal baru agar aku semangat lagi
membaca. Aku butuh sesuatu yang baru. Aku butuh tantangan.
Hal pertama
yang kutemukan adalah tantangan one week
one book alias OWOB. Pada tantangan ini, aku diharuskan menyetor satu
review buku setiap minggunya. Tentu ini bukan tantangan yang sulit, ya. Untuk
membaca satu buku saja hanya butuh waktu 3-4 hari dengan catatan tidak ada
gangguan, entah itu rasa malas yang tiba-tiba datang atau terjeda dengan
kegiatan lain.
Setiap
bulannya akan ada rekapan presensi setoran review buku, dan yang berhasil melaksanakan
tantangan dengan baik akan mendapatkan sertifikat. Dengan adanya ini, aku jadi
bersemangat kembali untuk membaca dan mereview buku. Bagi kamu yang ingin
bergabung dalam tantangan ini bisa langsung meluncur ke Instagram Gerakan OneWeek One Book.
Tantangan
lain yang membuat kegiatanku sebagai bookstagrammer lebih warna warni adalah
Goceng Challenge.
Goceng
Challenge
Aku
mengikuti Goceng Challenge baru satu tahun terakhir, dan ini adalah tahun
keduaku. Dan sepertinya aku akan terus mengikuti tantangan yang satu ini.
Dalam
Goceng challenge aku hanya perlu membaca buku lalu membuat reviewnya. Aku biasa
membuat mini review di akun instagramku hanaandbooks dan full review di blog
Cerita Hana ini. Silakan mampir bila berkenan.
Yang
membedakan Goceng Challenge dengan tantangan lainnya adalah, tantangan ini
mengharuskanku menabung setelah menyelesakan membaca satu buku. Dari namanya
sudah ketahuan dong berapa nominal yang harus kutabung. Yup! Goceng alias lima
ribu rupiah.
Biasanya,
aku akan membuat daftar buku-buku yang sudah kubaca. Karena tantangan ini
berlaku setahun, kemungkinan akan panjang ya daftar bukunya. Tergantung
seberapa banyak buku yang berhasil kubaca setahun ini nanti.
Tahun ini
aku menargetkan membaca 60 buku. Target yang sama dengan tahun lalu. Namun
harapannya, tantangan ini akan lebih tercapai di tahun ini. Aamiin.
Tahun
kemarin, aku hanya berhasil membaca 17 buku dari target 60 buku. Lumayanlah,
ya, hihi. Aku sudah cerita tentang membaca 17 buku dalam setahun ini di
artikelku Resolusi Literasi, silakan mampir.
Goceng
Challenge berlangsung selama setahun. Untuk tahuan kemarin, karena aku hanay
berhasil membaca 17 buku, maka tabunganku 17 x Rp. 5.000.- = Rp. 85.000.-
Lumayanlah, ya. Bisa untuk membeli 1 buku baru.
Semoga saja
di tahun ini aku bisa menebas habis timbunan bukuku. Paling nggak sejumlah dengan
target membacaku tahun ini. Jika aku berhasil membaca 60 buku, berarti untuk
Goceng Challenge nanti aku akan menabung sejumlah 60 x Rp. 5.000.- = Rp.
300.000.- Horayyy!!!
Goceng
Challenge ini memang unik, ya. Aku bisa terus membaca, mereview buku, sekaligus
menabung. Duh! Benefitnya banyak. Dapat ilmu, sekaligus nyimpen duit. Karena
ini pula, akhirnya aku menggunakan teknik yang sama untuk menyemangati diri
sendiri dalam menulis. Terutama menulis novel.
Pertengahan
tahun kemarin aku bertekad menyelesaikan naskah-naskah novelku yang mangkrak.
Aku sudah menuliskan perjalananku menulis novel di Writing Journal 2022,
silakan mampir.
Aku
mengadopsi aturan yang sama dalam menulis. Bedanya hanya di nominal. Untuk
setiap bab pada naskah novel yang berhasil kuselesaikan, aku akan menabung Rp.
10.000.- Mungkin tantangan ini bisa kunamai Ceban Challenge, hihi.
Tahun lalu
aku berhasil menyelesaikan satu naskah novel dengan sekitar 35 bab. Sudah
kebayang dong berapa celenganku untuk tantangan Ceban Challenge. Yup! 35 x Rp.
10.000.- = Rp. 350.000.- Enaknya mau dibelikan apa ya duit segini? Kasih
masukan di komentar, ya!
Ternyata
kegiatan literasi seperti membaca dan menulis bisa seasyik itu, ya. Tinggal
kita yang menjalaninya menkreasikan semenarik mungkin. Hal seperti ini bisa
juga, lho, kamu gunakan untuk mengajak keluarga dan orang-orang di sekitarmu
untuk lebih gemar membaca dan manulis.
Bagi yang
punya anak kecil dan bingung bagaimana memperkenalkan dan membangun kebiasaan
membaca dan menulis, bisa juga mengadopsi cara ini. Bedanya, setiap buku yang
anak-anak baca, ibu atau ayah akan memberi sejumlah uang. Uangnya tidak
langsung diberikan, tapi ditabung dulu.
Alangkah
baiknya kalau anak-anak juga bisa menceritakan isi buku yang mereka baca. Ini
bisa sekaligus untuk mengetes sejauh mana pemahaman mereka atas buku yang telah
mereka baca. Secara tidak langsung, ini jadi kegiatan mereview buku sekaligus story telling, kan.
Baca juga >>> 7 Aktivitas yang Membuat Penulis Nggak Lagi Stuck
Semoga dari
hal sederhana namun mengasyikkan ini, kita semua bisa lebih dekat dan terbiasa
dengan kegiatan literasi. Selamat mencoba.
~ Hana Aina ~
Baca juga, ya ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berbagi komentar ^^