Senin, 09 Desember 2024

[Book Review] : Love in The City of Angel – Bertemu dengan Jodoh yang Tepat


Sinopsis

Ajeng tidak pernah menyangka kalau apartemennya dekat dengan apartemen lelaki yang menjadi idola di kantornya, Yazan. Bahkan dia beberapa kali pulang dan pergi kerja bareng dengan lelaki keturunan India itu. Seiring berjalannya waktu, keduanya semakin dekat. Mereka sering jalan berdua menghabiskan waktu menjelajah sudut kota Bangkok dan sekitarnya. Selain tampan dan pintar, ternyata Yazan sangat suka menjelajah dari masjid ke masjid di seluruh kota Bangkok. Tentu ini membuat Ajeng yang kehidupannya jauh dari agama menjadi kurang nyaman. Namun justru kerana inilah Ajeng menjadi mulai sadar dengan kehidupan spiritualnya. Bahkan tanpa sengaja Ajeng malah menemukan silsilah keluarga leluhurnya yang pernah singgah ke Thailand dan menyebarkan agama islam di sini.

Di sisi lain, selama dekat dengan Yazan, Ajeng melihat betapa lelaki itu begitu mencinfai keluarga besarnya. Sedangkan Ajeng sendiri sedang berkonflik dengan ayah yang telah meninggalkannya sedari kecil. Meski kontrras, tapi sikap Yazan yang begitu menghormati orangtuanya saat berkunjung ke Bangkok, sedikit demi sedikit mampu membuka hati Ajeng untuk memaafkan dan menghilangkan dendamnya. 


 Baca juga >>> [Book Review] - Hijab for Sisters


Review

Hai, BESTie. Kali ini aku akan kembali mereview salah satu novel romansa - religi keluaran Gramedia Pustaka Utama. Ini adalah kisah hidup Ajeng dalam perjalanan spiritualnya sekaligus menemukan cinta sejatinya.

Konflik cerita ini bermula saat Ajeng terlibat cinta satu malam dengan lekaki yang tidak dikenalnya. Masalahnya, beberapa waktu setelahnya, Ajeng telat datang bulan. Perempuan itu mulai overthinking kalau-kalau dirinya hamil.

Konflik berlanjut saat Ajeng mengetahui bahwa lelaki yang menjadi cinta satu malamnya itu, Earth, ternyata adalah salah satu teman sekantornya. Ajeng mewanti-wanti kalau Earth koar-koar tentang hubungan singkat mereka. Tentu saja ini akan menjatuhkan kredibilitas Ajeng.

Konflik berikutnya adalah antara Ajeng dan ayahnya. Selama ini Ajeng hanya tinggal bersama ibunya. Sejak kecil ayah mereka meninggalkan keduanya dan tidak bertanggungjaeab. Ibunya harus banting tulang untuk mrmbesarkan Ajeng sendirian. Kini setelah Ajeng dewasa, ayahnya kembali. Ajeng yang masih marah dengan sikap ayahnya, menolak menerimanya kembali. Ini bertolak belakang dengan ibunya yang bersedia memberi kesempatan kedua ke suaminya. Ini juga membuat hubungan Ajeng dengan ibunya menjadi tidak baik-baik saja.

Lanjut, konflik terjadi antara Ajeng dan Yazan, lelaki yang menjadi primadona di kantornya. Mereka yang awalnya sebatas tetangga apartemen, lambat laun hubungan mereka semakin dekat. Yazan sering meminta Ajeng menjadi guide, menemaninya jalan-jalan dari masjid ke masjid. Sungguh hobi yang unik, ya. Yazan menjadi sedikit posesif ke Ajeng, yang menbuat Ajeng kurang nyaman. Akibatnya hubungan mereka timbul tenggelam.

Ajeng mengalami konflik batin. Seringnya Ajeng menemani Yazan yang hobi jalan-jalan dari masjid ke masjid, serasa memberikan tamparan bagi Ajeng. Dia yang mengaku muslim tapi jarang melaksanakan ibadah. Dia juga merasa kotor dengan pergaulan bebasnya. Bahkan dia merasa insecure saat membandingkan dirinya dengan Yazan yang taat.

Tokoh Ajeng digambarkan sebagai sosok perempuan periang, mudah bergaul, mandiri sekaligua keras kepala, dengan kehidupan yang bebas. Perempuan itu merantau dari Solo ke Jakarta, lalu pindah ke Bangkok untuk alasan pekerjaan. Ajeng tumbuh tanpa sosok ayah yang meninggalkannya. Barangkali ini juga yang menjadi alasan Ajeng mudah bergaul dengan lelaki tapi takut dengan komitnen.

Tokoh Yazan digambarkan sebagai kelaki keturunan India. Secara fisik dia rupawan hingga diidolakan teman-teman perempuan sekantornya. Yazan sosok yang dibesarkan dalam keluarga besar yang hangat dan saling menyayangi. Dia taat menjalankan perintah agama dan hormat pada orangtuanya. Lelaki ini juga punya hobi unik, dengan berkunjung dari masjid ke masjid. Dia suka mendengarkan cerita dan sejarah berdirinya masjid-masjid tersebut. Yazan adalah sosok yang act of service. Sayangnya dia tipikal orang yang sulit mengungkapkan perasaan.



Baca juga >>> [Book Review] - Hijab for Sisters 2


Cerita ini ditulis dengan POV orang ke-3 tunggal. Setting tempat yang digunakan Solo, Jakarta, dan Bangkok. Alurnya maju mundur dengan pacenya sedang. Selama membaca cerita ini aku mendapati beberapa dialog dan juga narasi menarik. Berikut di antaranya ...

"Barangkali karena memang seperti itulah ingatan manusia bekerja. Otak kita tidak bisa menyimpan semuanya dalam tabungan ingatan jangka panjang. Kita hanya menyimpan potongan-potongan kisah yang berkesan, yang emosional, yang kita pilih secara tidak sadar."

[Hal : 82]

"Kadang merasa peduli dan merasa sayang saja tidak cukup. Kita harus menunjukkannya, dengan kata-kata, dengan perbuatan. Tidak semua orang bisa membaca apa yang kamu pikirkan di sini, yang kamu rasakan di sini ...." Yazan menunjuk kepalanya, lalu dadanya.

[Hal : 146]

"Apa pun alasanmu membenci orang itu, ingatlah, manusia bisa khilaf. Dan setiap manusia punya kesempatan untuk bisa menyadari kekeliruannya, bertobat, berusaha menjadi sosok yang lebih baik ...."

[Hal : 148]

"Itu bukan hak kita untuk menghakimi. Bila Allah saja bisa menerima tobat dari dosa-dosa besar, apakah manusia ciptaan-Nya punya pilihan untuk angkuh? I know every story does matter. But we have to move forward. Jangan biarkan dirimu terpenjara masa lalu."

[Hal : 148]

"Mungkin perlu waktu dan usaha. Tapi, aku akan mencobanya. Setiap orang layak dapat kesempatan. Apalagi bila itu adalah keluarga kita, orang dekat, orang yang kusayang."

[Hal : 148]

"Aku tidak mempermasalahkannya, asalkan kamu masih punya niat untuk memperbaiki diri."

[Hal : 149]

"Aku tidak yakin Tuhan mau menerima tobatku."

"Apakah kita punya hak untuk menghakimi zat yang sudah menciptakan kita?"

[Hal : 203]

 

Baca juga >>> [Book Review] - Di Bawah Lindungan Ka'bah


Guru terbaik adalah pengalaman. Tentu saja tidak harus pengalaman pribadi, ya. Bisa juga aku mengambil pelajaran dari pengalaman orang lain. Dari cerita Ajeng ini, misalnya. 

Agama sebagai panduan hidup. Ajeng mulai jauh dari agama. Dia suka party dan minum sampai mabuk, bahkan melakukan one night stand dengan lelaki asing. Padahal ibunya selalu mengigatkannya untuk sholat dan beribadah tapi Ajeng malas. Setelah sekian lama ini berlangsung, Ajeng merasa hidupnya hampa. Bukan karena dia tidak punya teman, tapi rasa hampa dan sepi itu dari dalam hatinya. 

Lingkungan yang baik. Teman memberi banyak pengaruh, termasuk juga orang terdekat. Semenjak dekat dengan Yazan, perlahan hati Ajeng tersentuh dengan hal-hal positif yang dilakukan lelaki itu. Yazan muslim yang taat, ibadahnya baik. Lelaki itu sayang keluarga, hormat ke orang tua. Dia sering memberi nasehat baik pada Ajeng. Meski Ajeng sendiri masih enggan menerima nasehat itu, tapi Yazan dengan sabar terus mengingatkannya.

Menghormati perempuan. Meski dekat dengan Ajeng dan oeremouan itu nyaman bersamanya, Yazan tidak pernah memanfaatkan Ajeng. Yazan menghormati Ajeng dan peduli dengannya. Dia berusaha memberikan yang terbaik dan melindungi Ajeng. Tidak seperti beberapa tokoh pria di cerita ini yang berusaha mengambil keuntungan dari Ajeng.

Belajar ikhlas dengan yang sudah terjadi. Setiap orang memiliki sisi buruk. Termasuk Ayah Ajeng yang meninggalkan Ajeng dan ibunya saat masih kecil. Ibunya harus berjuang sendiri membesarkan Ajeng. Kini ayahnya ingin kembali. Ibunya menerimanya tapi Ajeng masih marah dan dendam meski ayahnya kini telah berubah. Bagi ibunya, semua sudah terjadi dan hidup harus terus berjalan maju. Ibu Ajeng ikhlas dengan yang telah terjadi. Itu pula yang ingin dia ajarkan kepada putri semata wayangnya,

Menghormati orangtua. Meski belum saling mengenal tapi perlakuan Yazan kepada kedua orangtua Ajeng begitu baik dan sopan. Ini bukan sesuatu yang mengherankan karena Yazan melakukan hal yang sama ke orangtua lain, terlebih orangtuanya sendiri. Ajeng sampai dibuat heran saat Yazan menawarkan diri menjemput mereka di bandara saat keduanya berkunjung ke Bangkok, mengantar mereka ke hotel, dan menemani mereka jalan-jalan ke beberapa tempat wisata. Perlakuan Yazan membuat Ajeng takjub sekaligus kurang nyaman karena Ajeng sendiri tidak sebaik itu. Apalagi sikapnya dengan ayahnya.

Belajar mengungkapkan perasaan. Ajeng seorang extrovert, sedang Yazan introvert. Keduanya saling bertolak belakang. Ajeng yang ceplas ceplos, sedang Yazan lebih pendiam. Keduanya saling melengkapi. Yazan kurang berani berterus terang tentang perasaannya pada Ajeng. Meski sikap Yazan ke Ajeng sudah sangat jelas menyimpan perasaan padanya tapi lelaki itu tidak mewujudkannya dalm kata-kata. Sedangkan bagi Ajeng sendiri tidak hanya kode-kode tapi dia juga butuh pengakuan yang keluar dari mulut Yazan.

Tidak ada kata terlambat untuk bertaubat. Meski orang-orang sekitarnya terus mengingatkan untuk beribadah tapi Ajeng tetap enggan. Ternyata salah satu alasannya karena Ajeng merasa kotor dengan berbagai tingkah lakunya. Dia juga merasa Tuhan tidak menyukai pendosa sepertinya. Di sini Yazan mengingatka kalau Tuhan Maha Pengampun. Dia juga Masa Pengasih dan Penyayang kepada hambanya. Karenanya, segeralah bertaubat. Selain itu, kita tidak tahu kapan umur kita berakhir. Jangan sampai kita tutup umur dan belum sempat bertaubat.

People change. Ini terjadi pada Ayah Ajeng. Dulu dia lelaki yang kurang bertanggung jawab kepada keluarganya. Namun kini dia telah berubah, memperbaiki diri, dan ingin kembali ke keluarganya. Lelaki itu juga berusaha keras memperbaiki hubungan, terutama dengan Ajeng. Meski dia tetap harus bersabar karena anak perempuannya itu masih marah dan sakit hati padanya.


 

Baca juga >>> [Book Review] - Hanya Cinta-Nya Tujuan Cinta Ini Terlahir


Aku suka cara penulis membangun setting tempat, terutama Bangkok, Thailand. Penulis menyuguhkan kota ini lengkap dengan bahasa, tempat wisata, budaya, kuliner, hingga masjid-masjid yang ada disana. Untuk yang terakhir ini, penulis juga melengkapi informasi tentang masjid-masjid tersebut dengan sejarah berdiri dan pendirinya. Dari sini aku tahu, riset penulisnya nggak main-main. Penulis membangun setting bukan sekadar tempelan tapi menyatu dengan cerita.

Salah satu masjid yang menjadi setting tempat di cerita ini adalah masjid yang ada di Kampung Jawa, yaitu Jawa Mosque. Uniknya masjid itu didirikan oleh orang-orang Jawa yang tinggal di Bangkok sejak penjajahan Jepang. Masjid ini menjadi unik karena masih membawa budaya dan arsitektur Jawa di tengah-tengah kota Bangkok.

Dari cerita ini pula aku tahu nama asli kota Bangkok, yaitu Krung Thep Maha Nakhon. Hmm ... panjang juga, ya. Namun penulis tidak menginfokan bagaimana kemudian nama Krung Thep Maha Nakhon lebih dikenal dengan nama Bangkok. Apa di antara kalian yang juga baru tahu tentang ini?

 

Data Buku

Judul          :    Love in City of Angels

Penulis      :    Irene Dyah

Penerbit     :    Gramedia Media Pustaka

Tebal         :    208 halaman

Tahun        :    2016

 

Baca juga >>> [Book Review] - Februari Malam

 

Skor

🌠 4/5

 

 

~ Hana Aina ~

 

 

Baca juga, ya ...






 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berbagi komentar ^^