Sinopsis
Ajeng tidak pernah menyangka kalau
apartemennya dekat dengan apartemen lelaki yang menjadi idola di kantornya,
Yazan. Bahkan dia beberapa kali pulang dan pergi kerja bareng dengan lelaki
keturunan India itu. Seiring berjalannya waktu, keduanya semakin dekat. Mereka
sering jalan berdua menghabiskan waktu menjelajah sudut kota Bangkok dan
sekitarnya. Selain tampan dan pintar, ternyata Yazan sangat suka menjelajah
dari masjid ke masjid di seluruh kota Bangkok. Tentu ini membuat Ajeng yang
kehidupannya jauh dari agama menjadi kurang nyaman. Namun justru kerana inilah
Ajeng menjadi mulai sadar dengan kehidupan spiritualnya. Bahkan tanpa sengaja
Ajeng malah menemukan silsilah keluarga leluhurnya yang pernah singgah ke
Thailand dan menyebarkan agama islam di sini.
Di sisi lain, selama dekat dengan
Yazan, Ajeng melihat betapa lelaki itu begitu mencinfai keluarga besarnya.
Sedangkan Ajeng sendiri sedang berkonflik dengan ayah yang telah
meninggalkannya sedari kecil. Meski kontrras, tapi sikap Yazan yang begitu
menghormati orangtuanya saat berkunjung ke Bangkok, sedikit demi sedikit mampu
membuka hati Ajeng untuk memaafkan dan menghilangkan dendamnya.
Review
Hai, BESTie. Kali ini aku akan
kembali mereview salah satu novel romansa - religi keluaran Gramedia Pustaka
Utama. Ini adalah kisah hidup Ajeng dalam perjalanan spiritualnya sekaligus
menemukan cinta sejatinya.
Konflik cerita ini bermula saat
Ajeng terlibat cinta satu malam dengan lekaki yang tidak dikenalnya.
Masalahnya, beberapa waktu setelahnya, Ajeng telat datang bulan. Perempuan itu
mulai overthinking kalau-kalau dirinya hamil.
Konflik berlanjut saat Ajeng
mengetahui bahwa lelaki yang menjadi cinta satu malamnya itu, Earth, ternyata
adalah salah satu teman sekantornya. Ajeng mewanti-wanti kalau Earth koar-koar
tentang hubungan singkat mereka. Tentu saja ini akan menjatuhkan kredibilitas
Ajeng.
Konflik berikutnya adalah antara
Ajeng dan ayahnya. Selama ini Ajeng hanya tinggal bersama ibunya. Sejak kecil
ayah mereka meninggalkan keduanya dan tidak bertanggungjaeab. Ibunya harus
banting tulang untuk mrmbesarkan Ajeng sendirian. Kini setelah Ajeng dewasa,
ayahnya kembali. Ajeng yang masih marah dengan sikap ayahnya, menolak
menerimanya kembali. Ini bertolak belakang dengan ibunya yang bersedia memberi
kesempatan kedua ke suaminya. Ini juga membuat hubungan Ajeng dengan ibunya
menjadi tidak baik-baik saja.
Lanjut, konflik terjadi antara
Ajeng dan Yazan, lelaki yang menjadi primadona di kantornya. Mereka yang
awalnya sebatas tetangga apartemen, lambat laun hubungan mereka semakin dekat.
Yazan sering meminta Ajeng menjadi guide, menemaninya jalan-jalan dari masjid
ke masjid. Sungguh hobi yang unik, ya. Yazan menjadi sedikit posesif ke Ajeng,
yang menbuat Ajeng kurang nyaman. Akibatnya hubungan mereka timbul tenggelam.
Ajeng mengalami konflik batin.
Seringnya Ajeng menemani Yazan yang hobi jalan-jalan dari masjid ke masjid,
serasa memberikan tamparan bagi Ajeng. Dia yang mengaku muslim tapi jarang
melaksanakan ibadah. Dia juga merasa kotor dengan pergaulan bebasnya. Bahkan
dia merasa insecure saat membandingkan dirinya dengan Yazan yang taat.
Tokoh Ajeng digambarkan sebagai
sosok perempuan periang, mudah bergaul, mandiri sekaligua keras kepala, dengan
kehidupan yang bebas. Perempuan itu merantau dari Solo ke Jakarta, lalu pindah
ke Bangkok untuk alasan pekerjaan. Ajeng tumbuh tanpa sosok ayah yang
meninggalkannya. Barangkali ini juga yang menjadi alasan Ajeng mudah bergaul
dengan lelaki tapi takut dengan komitnen.
Tokoh Yazan digambarkan sebagai
kelaki keturunan India. Secara fisik dia rupawan hingga diidolakan teman-teman
perempuan sekantornya. Yazan sosok yang dibesarkan dalam keluarga besar yang
hangat dan saling menyayangi. Dia taat menjalankan perintah agama dan hormat
pada orangtuanya. Lelaki ini juga punya hobi unik, dengan berkunjung dari
masjid ke masjid. Dia suka mendengarkan cerita dan sejarah berdirinya
masjid-masjid tersebut. Yazan adalah sosok yang act of service. Sayangnya dia
tipikal orang yang sulit mengungkapkan perasaan.
Baca juga >>> [Book Review] - Hijab for Sisters 2
Cerita ini ditulis dengan POV orang ke-3 tunggal. Setting tempat yang digunakan Solo, Jakarta, dan Bangkok. Alurnya maju mundur dengan pacenya sedang. Selama membaca cerita ini aku mendapati beberapa dialog dan juga narasi menarik. Berikut di antaranya ...
"Barangkali
karena memang seperti itulah ingatan manusia bekerja. Otak kita tidak bisa
menyimpan semuanya dalam tabungan ingatan jangka panjang. Kita hanya menyimpan
potongan-potongan kisah yang berkesan, yang emosional, yang kita pilih secara
tidak sadar."
[Hal :
82]
"Kadang
merasa peduli dan merasa sayang saja tidak cukup. Kita harus menunjukkannya,
dengan kata-kata, dengan perbuatan. Tidak semua orang bisa membaca apa yang
kamu pikirkan di sini, yang kamu rasakan di sini ...." Yazan menunjuk
kepalanya, lalu dadanya.
[Hal :
146]
"Apa pun
alasanmu membenci orang itu, ingatlah, manusia bisa khilaf. Dan setiap manusia
punya kesempatan untuk bisa menyadari kekeliruannya, bertobat, berusaha menjadi
sosok yang lebih baik ...."
[Hal :
148]
"Itu
bukan hak kita untuk menghakimi. Bila Allah saja bisa menerima tobat dari
dosa-dosa besar, apakah manusia ciptaan-Nya punya pilihan untuk angkuh? I know
every story does matter. But we have to move forward. Jangan biarkan dirimu
terpenjara masa lalu."
[Hal :
148]
"Mungkin
perlu waktu dan usaha. Tapi, aku akan mencobanya. Setiap orang layak dapat
kesempatan. Apalagi bila itu adalah keluarga kita, orang dekat, orang yang
kusayang."
[Hal :
148]
"Aku
tidak mempermasalahkannya, asalkan kamu masih punya niat untuk memperbaiki
diri."
[Hal :
149]
"Aku
tidak yakin Tuhan mau menerima tobatku."
"Apakah
kita punya hak untuk menghakimi zat yang sudah menciptakan kita?"
[Hal :
203]
Guru terbaik adalah pengalaman.
Tentu saja tidak harus pengalaman pribadi, ya. Bisa juga aku mengambil pelajaran
dari pengalaman orang lain. Dari cerita Ajeng ini, misalnya.
Agama sebagai panduan hidup. Ajeng mulai jauh dari
agama. Dia suka party dan minum sampai mabuk, bahkan melakukan one night stand
dengan lelaki asing. Padahal ibunya selalu mengigatkannya untuk sholat dan
beribadah tapi Ajeng malas. Setelah sekian lama ini berlangsung, Ajeng merasa
hidupnya hampa. Bukan karena dia tidak punya teman, tapi rasa hampa dan sepi
itu dari dalam hatinya.
Lingkungan yang baik. Teman memberi banyak
pengaruh, termasuk juga orang terdekat. Semenjak dekat dengan Yazan, perlahan
hati Ajeng tersentuh dengan hal-hal positif yang dilakukan lelaki itu. Yazan
muslim yang taat, ibadahnya baik. Lelaki itu sayang keluarga, hormat ke orang
tua. Dia sering memberi nasehat baik pada Ajeng. Meski Ajeng sendiri masih
enggan menerima nasehat itu, tapi Yazan dengan sabar terus mengingatkannya.
Menghormati perempuan. Meski dekat dengan
Ajeng dan oeremouan itu nyaman bersamanya, Yazan tidak pernah memanfaatkan
Ajeng. Yazan menghormati Ajeng dan peduli dengannya. Dia berusaha memberikan
yang terbaik dan melindungi Ajeng. Tidak seperti beberapa tokoh pria di cerita
ini yang berusaha mengambil keuntungan dari Ajeng.
Belajar ikhlas dengan yang sudah
terjadi. Setiap
orang memiliki sisi buruk. Termasuk Ayah Ajeng yang meninggalkan Ajeng dan
ibunya saat masih kecil. Ibunya harus berjuang sendiri membesarkan Ajeng. Kini
ayahnya ingin kembali. Ibunya menerimanya tapi Ajeng masih marah dan dendam
meski ayahnya kini telah berubah. Bagi ibunya, semua sudah terjadi dan hidup
harus terus berjalan maju. Ibu Ajeng ikhlas dengan yang telah terjadi. Itu pula
yang ingin dia ajarkan kepada putri semata wayangnya,
Menghormati orangtua. Meski belum saling
mengenal tapi perlakuan Yazan kepada kedua orangtua Ajeng begitu baik dan
sopan. Ini bukan sesuatu yang mengherankan karena Yazan melakukan hal yang sama
ke orangtua lain, terlebih orangtuanya sendiri. Ajeng sampai dibuat heran saat
Yazan menawarkan diri menjemput mereka di bandara saat keduanya berkunjung ke
Bangkok, mengantar mereka ke hotel, dan menemani mereka jalan-jalan ke beberapa
tempat wisata. Perlakuan Yazan membuat Ajeng takjub sekaligus kurang nyaman
karena Ajeng sendiri tidak sebaik itu. Apalagi sikapnya dengan ayahnya.
Belajar mengungkapkan perasaan. Ajeng seorang
extrovert, sedang Yazan introvert. Keduanya saling bertolak belakang. Ajeng
yang ceplas ceplos, sedang Yazan lebih pendiam. Keduanya saling melengkapi. Yazan
kurang berani berterus terang tentang perasaannya pada Ajeng. Meski sikap Yazan
ke Ajeng sudah sangat jelas menyimpan perasaan padanya tapi lelaki itu tidak
mewujudkannya dalm kata-kata. Sedangkan bagi Ajeng sendiri tidak hanya
kode-kode tapi dia juga butuh pengakuan yang keluar dari mulut Yazan.
Tidak ada kata terlambat untuk
bertaubat. Meski
orang-orang sekitarnya terus mengingatkan untuk beribadah tapi Ajeng tetap
enggan. Ternyata salah satu alasannya karena Ajeng merasa kotor dengan berbagai
tingkah lakunya. Dia juga merasa Tuhan tidak menyukai pendosa sepertinya. Di
sini Yazan mengingatka kalau Tuhan Maha Pengampun. Dia juga Masa Pengasih dan
Penyayang kepada hambanya. Karenanya, segeralah bertaubat. Selain itu, kita
tidak tahu kapan umur kita berakhir. Jangan sampai kita tutup umur dan belum
sempat bertaubat.
People change. Ini terjadi pada Ayah
Ajeng. Dulu dia lelaki yang kurang bertanggung jawab kepada keluarganya. Namun
kini dia telah berubah, memperbaiki diri, dan ingin kembali ke keluarganya.
Lelaki itu juga berusaha keras memperbaiki hubungan, terutama dengan Ajeng.
Meski dia tetap harus bersabar karena anak perempuannya itu masih marah dan
sakit hati padanya.
Aku suka cara penulis membangun
setting tempat, terutama Bangkok, Thailand. Penulis menyuguhkan kota ini
lengkap dengan bahasa, tempat wisata, budaya, kuliner, hingga masjid-masjid
yang ada disana. Untuk yang terakhir ini, penulis juga melengkapi informasi
tentang masjid-masjid tersebut dengan sejarah berdiri dan pendirinya. Dari sini
aku tahu, riset penulisnya nggak main-main. Penulis membangun setting bukan
sekadar tempelan tapi menyatu dengan cerita.
Salah satu masjid yang menjadi
setting tempat di cerita ini adalah masjid yang ada di Kampung Jawa, yaitu Jawa
Mosque. Uniknya masjid itu didirikan oleh orang-orang Jawa yang tinggal di
Bangkok sejak penjajahan Jepang. Masjid ini menjadi unik karena masih membawa
budaya dan arsitektur Jawa di tengah-tengah kota Bangkok.
Dari cerita ini pula aku tahu nama
asli kota Bangkok, yaitu Krung Thep Maha Nakhon. Hmm ... panjang juga, ya.
Namun penulis tidak menginfokan bagaimana kemudian nama Krung Thep Maha Nakhon
lebih dikenal dengan nama Bangkok. Apa di antara kalian yang juga baru tahu
tentang ini?
Data Buku
Judul
:
Love in City of Angels
Penulis
:
Irene Dyah
Penerbit
:
Gramedia Media Pustaka
Tebal
:
208 halaman
Tahun
:
2016
Baca juga >>> [Book Review] - Februari Malam
Skor
🌠 4/5
~ Hana Aina ~
Baca juga, ya ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berbagi komentar ^^