Data Buku
Judul
:
Di Bawah Lindungan Ka’bah
Penulis
:
Hamka
Penerbit
: Gema Insani
Tebal
:
91 halaman
Tahun
:
2017.
Sinopsis
Hamid sudah ditinggal bapaknya saat masih kecil.
Semenjak itu hidupnya bersama ibunya dalam kemelaratan. Bahkan dia tak
bersekolah. Hanya di rumah membantu ibunya. Sesekali dia menjual pisang goreng
untuk membantu perekonomian keluarga.
Ia meninggalkan saya dan ibu di dalam
keadaan yang sangat melarat. Rumah tempat kami tinggal hanya sebuah rumah kecil
yang telah tua, yang lebih pantas kalau disebut gubuk atau dangau. [Hal : 12]
Di waktu teman-teman bersukaria bersenda
gurau, melepaskan hati yang masih merdeka, saya hanya duduk dalam rumah di
dekat ibu, mengerjakan apa yang dapat saya tolong. [Hal : 14]
Tiap-tiap pagi, saya melewati depan
rumah itu menjunjung jualan berisi goring pisang. Mata saya senantiasa
memandang ke jendela-jendelanya yang berlansir kain sutra kuning, hendak
melihat keindahan perabot rumah. [Hal : 17]
Beruntung dia memiliki tetangga yang baik. Namanya
Haji Ja’far. Beliau pula yang menyekolahkan Hamid hingga berpendidikan tinggi.
Istri Haji Ja’far, Mak Asiah juga sudah menganggap Hamid seperti anaknya
sendiri. Pun demikian anak semata wayang mereka, Zainab. Perempuan itu telah
menganggap Hamid sebagai abangnya.
Besok paginya, saya tidak menjunjung
jualan tempat kue lagi, tetapi telah pergi ke sekolah mengepit buku tulis. Agaknya
dua macam faedah yang akan diambil Engku Haji Ja’far menyerahkan saya. Pertama
untuk menolong saya, kedua untuk menjadi teman anaknya. [Hal : 21]
Segala cita-cita yang telah saya reka
selama belajar dan yang telah saya susun di jalan Padang Panjang dengan Padang,
semuanya dapat saya jalankan. Ibu saya titik air matanya karena kegirangan.
Engku Haji Ja’far tersenyum mendengar saya mengucapkan terima kasih. Mak Asiah
memuji saya sebagai anak yang berbudi. [Hal : 29]
Waktu
berlalu. Banyak peristiwa terjadi. Kematian Haji Ja’far dan ibu Hamid membuat
suasana kedukaan menyelimuti Mak Asiah, Zainab, dan juga Hamid.
“Ah, luka yang lama belum sembuh,
sekarang datang pula luka baru. Belum lama saya menjagai suami saya sakit,
sekarang saya mesti melihat pula sahabat saya menanggung sakit.” [Hal : 33]
Hamid dan
Zainab kini menjelma bujang dan gadis. Mak Asiah berencana menikahkan Zainab
dengan sepupunya. Dia meminta Hamid membujuk Zaenab. Namun Zainab menolak. Saat
pertemuan itulah, baik Hamid maupun Zainab merasakan ada perasaan yang berbeda
di antara mereka.
Di luar dari kekang kerendahan saya dan
kemuliaannya, saya merasai bahwa Zainab adalah diri saya. Saya merasa ingat
kepadanya adalah kemestian hidup saya, rindu kepadanya membukakan pintu
angan-angan saya menghadapi zaman yang akan datang. [Hal : 30]
“Hapuskanlah perasaan itu dari hatimu, jangan
ditimbul-timbulkan juga. Engkau tentu memikirkan juga bahwa emas tak setara
dengan loyang, sutra tak sebangsa dengan benang.” [Hal : 36]
“Memang Anak, … cinta itu “adil”
sifatnya, Alloh telah menakdirkan dia dalam keadilan, tidak memperbeda-bedakan
di antara raja-raja dengan orang minta-minta, tiada menyisihkan orang kaya
dengan orang miskin, orang hina dengan orang mulia, bahkan kadang-kadang tiada
juga berbeda baginya antara bangsa dengan bangsa. Tetapi aturan pergaulan
hidup, tidak membiarkan yang demikian itu berlaku.” [Hal : 37]
Selama ini saya masih ragu, adakah
Zainab membalas cinta saya. Pertemuan saya dengan dia itu memberikan perharapan
sedikit pada saya, tetapi sebelum perharapan itu dapat saya yakini, tibalah
penyerahan ibunya yang berat itu. [Hal : 51]
Review
Cinta
datang tanpa mengenal kasta. Pernah nggak sih kamu menggangap cintamu bagai
pungguk merindukan bulan? ☹️.
Di Bawah Lindungan Ka’bah adalah salah satu karya fiksi
dari Prof. Hamka. Ini adalah kisah cinta beda kasta yang melibatkan Hamid yang
miskin dan Zainab anak orang kaya. Mereka berteman sejak kecil dan tumbuh
bersama. Kebaikan orang tua Zainab membuat Hamid mampu mengenyam pendidikan
tinggi.
Ibarat kata, keluarga Hamid banyak berutang budi
kepada keluarga Zainab. Inilah yang membuat Hamid begitu menaruh hormat kepada
Haji Ja’far dan Mak Asiah. Mereka sudah seperti orang tua sendiri. Pun demikian
dengan Zainab yang telah dianggapnya seperti adik sendiri.
Hamid dan Zainab tetaplah manusia biasa. Meski telah menjadi
“kakak –adik” semenjak kecil, benih cinta tetap tumbuh di antara mereka. Namun
tetap saja, Hamid dan Zainab tak punya hubungan darah. Mereka tetap boleh
menikah. Sayangnya, tak ada kejujuran perasaan antara satu dengan yang lain.
Penghormatan mereka terhadap keluarga, agama, dan budaya lebih tinggi.
Jujur, mulai dari sini tuh aku gemes banget. Mereka
tak jujur satu sama lain. Menurutku, kisah cinta mereka lebih tragis dari Romeo
dan Juliet. #sad. Memang, sih. Hamid punya banyak pertimbangan untuk memendam
perasaannya. Salah satunya adalah perbedaan status sosial antara keluarganya
dengan keluarga Zainab. Belum lagi dia merasa berhutang budi kepada keluarga
Zainab yang telah banyak menolong keluarganya. Ingat! Hutang budi dibawa mati!
#duh.
Sebenarnya, tak ada salahnya sih mengungkapkan
perasaan kita ke orang yang kita suka. Barang kali saja orang yang kita suka punya
perasaan yang sama. Kalau tentang haling rintang, bukankah masalah itu akan
selalu ada dalam kehidupan. Namun masalah itu bisa dicari jalan keluarnya. Duh,
berasa curhat. #eh.😅
Setting kisah ini mengambil tempat di beberapa kota di
Sumatra dan juga Timur Tengah, lebih tepatnya kota Mekkah. Di sanalah Hamid
pada akhirnya menghabiskan hari-hari terakhirnya untuk ikut melaksanakan ibadah
haji.
Kisah ini ditulis dengan POV pertama tunggal. Meski
menggunakan subjek “saya” tapi ada dua sudut pandang. Di awal kisah, “saya”
adalah teman Hamid yang mengisahkan tentang Hamid. Namun di beberapa bab
setelahnya, “saya” adalah Hamid yang mengisahkan dirinya sendiri.
Bahasa yang digunakan dalam kisahnya sangat kental
dengan dialek melayu. Bagiku pribadi, membacanya harus sedikit dengan mengerutkan
dahi. Tak jarang aku harus menebak-nebak maksud dari kalimat yang tertulis.
Namun untungnya tidak begitu susah memahaminya.
Tokoh yang kusuka di kisah ini adalah Zainab. Aku
membayangkan betapa Zainab ini adalah sosok perempuan yang santun, penurut, dan
mampu menjaga kehormatannya. Dia sangat patuh kepada kedua orang tuanya. Hanya
saja untuk urusan perasaan, dia memberanikan diri untuk bersuara, menolak
perjodohan dengan sepupunya. Hingga menutup mata, Zainab tetap menjaga cintanya
untuk Hamid. #sad. 😢
Baca
juga >>>
This Guy is Mine
Skor
🌠4/5
~ Hana Aina ~
Aku baca buku ini waktu SMP, tahun 80 sekian....kisahnya sedih dan bikin aku nangis bombai. Belum aku baca lagi sih...
BalasHapusWah, perlu baca ulang lagi, Mak :D
Hapus