Senin, 25 November 2024

[Book Review] : Once in A Moon – Bertemu dengan Orang yang Tepat, Di Saat yang Tepat

 

Sinopsis

Karena pengkhianatan suaminya, Erdhan, Kaluna mengajukan gugatan cerai. Di saat bersamaan, Kaluna harus menerima kenyataan kalau dirinya mengidap Cushing Syndrome. Untuk sesaat Kaluna merasa hidupnya terpuruk. Namun kemudian dia bangkit dan menyadari kalau hidup harus terus berlanjut. Kaluna harus berjuang untuk anak kembarnya Randa dan Rindi. Bertahun kemudian, Kaluna bertemu dengan Saga. Lelaki itu hadir bukan hanya sebagai rekan kerja tapi juga sosok yang hadir di saat Kaluna butuh dukungan dalam hidup. Keduanya semakin hari kian dekat hingga Saga mengutarakan perasaannya. Kebimbangan menyelimuti hati Kaluna, antara bahagia dengan cinta yang dipersembahkan oleh Saga dan kondisi dirinya yang ragu akan mampu membahagiakan orang yang dicintainya.

 

Baca juga >>> [Book Review] - Before 40

 

Review
Hai, BESTie! Aku kembali lagi dengan review sebuah novel dari penulis lokal, Mutia Ramadhani. Ini adalah cerita fiksi yang bukan hanya menghibur dengan kisah yang diramu dengan baik, tapi juga menghadirkan setting yang kuat dalam ceritanya.

Once in A Moon adalah kisah hidup Kaluna. Seorang perempuan yang akhirnya memutuskan berpisah dari suaminya karena pengkhianatan yang dilakukan lelaki itu. Kaluna harus berjuang menjadi single mother bagi kedua anak kembarnya, Randa dan Rindi. Di saat bersamaan, Kaluna divonis mengidap Cushing Syndrome. Sebuah penyakit yang membuat Kaluna harus mengkonsumi insulin setiap beberapa jam sekali lewat suntikan.

Dari awal membaca novel ini aku langsung disuguhi konflik batin Kaluna mempertahankan rumah tangganya dengan kebohongan atau melepasnya. Sudah lama dia tahu kalau suaminya berselingkuh. Namun selama ini Kaluna bertahan hingga pada titik dia sudah tidak tahan lagi dan memutuskan berpisah. Yang menjadi PR besar Kaluna adalah mengkomunikasikan kondisi ini kepada kedua anaknya.

Konflik kedua, masih berhubungan dengan konflik batik Kaluna yang divonis Cushing Syndrome. Kondisi ini membuat kesehatannya menurun yang pada akhirnya mempengaruhi psikisnya. Ada rasa takut dalam dirinya jika umurnya tidak panjang dan dia tidak bisa membersamai kedua anaknya tumbuh dewasa. Padahal ada jalan keluar untuk mengatasi masalah ini, yaitu dengan operasai. Namun Kaluna takut jika operasinya gagal.

Konflik berikutnya adalah kehadiran Saga dalam hidupnya. Yang awalnya mereka rekan keja, lalu berteman hingga akhirnya punya hubungan istimewa. Kaluna senang dengan kehadiran Saga. Dia merasa diperhatikan dan dicintai, perasaan yang belum pernah dirasakannya selama pernikahan sebelumnya. Namun belakangan dia tahu, Saga memiliki masa lalu seperti dirinya, pernah gagal berumah tangga. Yang menjadi ganjalan, sepertinya istri Saga belum mengikhlaskan mantan suaminya itu. Masalah lainnya, Kaluna merasa dia tidak pantas untuk Saga. Terlebih dengan kondisi dirinya sekarang yang tengah sakit, membuatnya merasa akan merepotkan Saga.

Konflik yang dihadirkan terus menerus inilah yang membuat ceritanya bergerak dinamis. Selama membaca novel ini, aku tidak menemukan celah dimana aku merasa bosan pada bab tertentu. Niat mula yang aku ingin membaca pelan-pelan tapi ternyata lembar demi lembar kubaca tanpa jeda hingga tanpa terasa sampai pada lembar terakhir.

Tokoh Kaluna Yasya digambarkan sebagai sosok perempuan mandiri yang punya kemauan keras. Dia memiliki kepedulian dengan lingkungan. Kaluna bekerja pada Yayasan memiliki kegiatan berhubungan dengan pelestarian alam dan hewan.

Kaluna juga punya pengalaman tidak menyenangkan di masa lalu. Terutama yang berhubungan dengan pernikahan kedua orangtuanya. Bapaknya punya perempuan idaman lain, hingga akhinya kedua orangtuanya berpisah. Ini terus berlanjut saat Kaluna merasa kasih sayang bapaknya kini harus dibagi dengan adik tirinya. Tragisnya, apa yang dialami orangtua Kaluna juga terjadi padanya. Suaminya ada main dengan rekan sekantornya.

Dalam hal ini, aku suka sikap Kaluna yang tegas untuk berpisah meski tetap menjaga hubungan baik dengan mantan suami. Kaluna juga berusaha tidak menyembunyikan perceraiaannya dari kedua anaknya. Aku suka bagaimana cara Kaluna mengkomunikasikan kepada kedua anaknya tentang hal tersebut.

Tokoh Erdhan digambarkan sebagai lelaki pekerja keras. Mantan suami Kaluna ini ada main dengan rekan satu kantornya. Serius! Saat membaca adegan Erdhan yang enggan menceraikan Kaluna dengan alasan anak-anak, ingin rasanya aku lempar sandal ke ini laki. Sok sokan banget peduli anak, tapi waktu selingkuh nggak ingat, tuh, kalau sudah punya istri dan anak. Duh! Maaf, ya, Pembaca, jadi terbawa emosi.

Sagara Putra Mahardika adalah seorang fotografer yang bekerjasama dengan Kaluna pada beberapa acara di kantornya. Digambarkan kalau sosok Saga ini bisa membuat sesuatu yang dilihat orang lain biasa saja menjadi lebih bernilai seni.

Saga sosok lelaki yang lembut, penyayang, perhatian, dan memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Dia mudah berteman dengan siapa saja, mulai dari yang muda hingga yang tua. Bahkan dia tidak canggung saat bertemu dengan Erdhan yang dikenalnya sebagai mantan suami Kaluna.

Tolong, ya, Pembaca! Tolong! Kalau ada cowok seperti Saga di dunia nyata, kabari! Aku mau checkout satu. Nggak masalah ongkirnya mahal, haha.



Baca juga >>> [Book Review] - Februari Malam

 

Meski tebal, tapi aku tidak merasa lelah saat membaca novel ini. Bisa jadi karena aku suka cara penulisnya merangkai kata. Suka diksi yang dipakai hingga kalimat-kalimat yang terbentuk terkesan kalem dan sopan. Selama membaca, aku juga menemukan beberapa dialog bagus yang menurutku bisa dijadikan ala-ala quotes, gitu. Aku spill, ya …

"Kadang, menutup satu pintu itu memang sakit, tapi bisa jadi itu cara kamu buat buka pintu bahagia kamu yang lain."

[Hal : 5]

"Tapi yang paling penting adalah jangan pernah menyerah. Ingatkan mama-mama bahwa setiap usaha ada naik turunnya. Kita harus tetap konsisten dan sabar. Kalau ada masalah, kita cari solusi bersama-sama."

[Hal : 8]

Dia merasa seperti badut dalam kehidupannya sendiri, yang harus terus tersenyum dan tampak kuat di hadapan orang lain, meski hatinya hancur berkeping-keping.

[Hal : 29]

"Dalam dunia medis, diagnosa tidak bisa didasarkan pada asumsi atau perasaan semata. Jika semua orang bisa mendiagnosis, kita mungkin tidak memerlukan dokter dan rumah sakit.”

[Hal : 36]

"Kadang kita terlalu fokus pada kesehatan fisik, padahal kesehatan mental juga sama pentingnya.”

[Hal : 37]

“Menahan diri bukan berarti kalah. Kalau menyerah itu baru kalah.”

[Hal : 46]

"Pengalaman pertama selalu yang paling memorable, kan?"

[Hal : 56]

"Umur itu hanya angka. Yang penting semangatnya masih muda."

[Hal : 80]

"Mimpi buruk sejatinya tak pernah ada. Yang sesungguhnya buruk adalah ketika kamu nggak bisa bermimpi sama sekali."

[Hal : 93]

"Sometimes we just have to move on and leave those who didn't appreciate us behind."

[Hal : 108]

"Kadang, ketika dua orang bertemu lagi setelah lama berpisah, apa pun bisa terjadi, Lun. From what seemed impossible, it becomes possible.”

[Hal : 109]

"Ketika seseorang membuat keputusan dalam keadaaan sedih, marah, atau tidak stabil secara emosional, pikiran menjadi tidak logis dan rasional."

[Hal : 111]

"Mungkin kebahagiaaan itu tidak selalu datang dari orang lain. Kadang, kita harus mencarinya dalam diri kita sendiri."

[Hal : 112]

"Aku belajar untuk menerima. Bukan cuma menghadapi. Hidup ini, meski penuh rintangan, harus tetap dinikmati."

[Hal : 144]

"Sejak kita lahir, kita sendiri. No one is born just to please you or take care of you. Even itu anak kembar, mereka punya jalan hidup masing-masing."

[Hal : 157]

"Life is not fair. Dalam saat-saat terburuk, yang terbaik adalah mengandalkan diri sendiri. Karena jika kamu selalu mengandalkan orang lain, kamu akan selalu bergantung pada mereka setiap kali menghadapi rintangan. Dan itu nggak mungkin terjadi setiap saat."

[Hal : 158]

"Kalau kamu sering terganggu sama mimpi buruk, coba tulis mimpi itu sampai selesai, tapi kamu ubah endingnya jadi happy ending."

[Hal : 161]

"Cinta itu lebih dari sekadar harapan buat memperbaiki sesuatu yang sudah rusak. Kadang-kadang, cinta yang paling besar adalah saat kita rela melepaskan."

[Hal : 194]

"Cinta itu nggak bisa hanya berisi penyesalan dan rasa takut kehilangan. Cinta adalah ketika kamu bisa jujur, baik kepada diri sendiri maupun kepada orang yang kamu cintai."

[Hal : 194]

"Kadang, beberapa hal lebih baik dibiarkan di masa lalu."

[Hal : 199]

"Luka itu ... bagian dari hidup. Aku nggak bisa menghapus masa lalu kamu atau sakit yang kamu rasakan, tapi aku bisa berdiri di sisi kamu, melaluinya bersama-sama. Bagiku, cinta tidak selalu tentang menghapus luka, kadang itu hanya tentang bertahan, meski hati kita tergores."

[Hal : 225]

"Jika ada satu hal yang aku pelajari dari semua yang kulakui ... adalah bahwa cinta tidak pernah tentang siapa yang pantas atau tidak, itu tentang keberanian. Aku mungkin nggak tahu segalanya tentang apa yang akan terjadi ..., tapi aku tahu, hatiku memilihmu, bukan karena mudah, tapi karena aku yakin."

[Hal : 226]

"Waktu bukan pengukur cinta. Yang aku tahu, aku mencintai kamu. Bukan karena kamu sempurna, tapi karena kamu adalah kamu. Aku hanya ingin satu kesempatan untuk menunjukkan bahwa aku nggak hanya ingin berada di sampingmu saat segalanya baik, tapi juga saat semuanya runtuh."

[Hal : 227]

"Cinta bukan tentang menghindari rasa sakit, tapi tentang menerima bahwa rasa sakit itu mungkin ada, dan kita tetap memilih untuk saling mencintai."

[Hal : 227]

"Nggak ada yang lebih berharga dari menunggu seseorang yang kamu cintai."

[Hal : 228]

"Cinta itu bukan cuma soal bahagia bersama. Kadang, cinta juga soal tetap bertahan meski harus menghadapi hal-hal yang menyakitkan.

[Hal : 237]

"Jangan terlalu keras kepada diri sendiri. Kadang, kita hanya perlu memberi diri kita izin untuk bahagia dan menerima bahwa hidup terus berjalan. Kamu berhak mendapatkan kebahagiaan."

[Hal : 239]

 

Baca juga >>> [Book Review] - Daniel & Daniella

 

Setiap kisah ada hikmah yang tersembunyi di dalamnya. Pun demikian dengan novel Once in A Moon ini.

  • Bersikap tegas dan berani mengambil keputusan. Ini aku pelajari dari Kaluna yang akhirnya memberanikan diri menggugat cerai suaminya. Sebelumnya, Kaluna selalu ragu dan berusaha meyakinkan diri kalau semua baik saja. Tentu saja, itu seperti membohongi diri sendiri. Hingga akhirnya, dia menyadari keadaan tidak baik saja. Dia memutuskan mengakhiri semuanya. Yang perlu ditekankan, mengakhiri suatu hal bukan berarti akhir dunia. Bisa jadi, jika memang ini sesuatu yang kurang baik, mengakhirinya bisa membawa kebaikan ke depannya.
  • Komunikasikan dengan baik segala masalah. Saga bercerai dari istrinya. Namun situasi ini tidak pernah dikomunikasikan dengan anak lelakinya. Berbeda dengan Kaluna yang memberi pengertian ke anak kembarnya tentang perpisahan kedua orangtuanya. Dalam hal ini aku setuju dengan cara Kaluna. Selain si kembar tidak merasa dibohongi, ini juga mempermudah mengkondisikan langkah ke depannya saat mereka sudah tidak bersama lagi.
  • Melawan rasa takut. Saat pertama kali mengetahui penyakitnya, Cushing Syndrome, bayangan hal buruk menghantui Kaluna. Pun demikian saat dokter memintanya untuk operasi. Lagi-lagi Kaluna takut jika hal itu gagal. Namun perlahan Kaluna mulai menepis rasa takut itu. Keinginannya untuk terus hidup dan membersamai kedua anaknya hingga dewasa lebih besar dari takutnya. Kaluna melawan rasa takutnya dan semua keadaan mulai membaik, tidak seburuk bayangannya.
  • Move on. Setiap orang punya masa lalu, termasuk masa lalu yang kurang menyenangkan. Namun hidup harus terus berjalan, bukan. Bersedih, marah, dan menyesal, tentu boleh saja. Setelahnya, segeralah bangkit dan menata hidup kembali.
  • Belajar dari kesalahan. Pengalaman adalah guru terbaik. Mau pengalaman baik ataupun buruk, semua sebagai pelajaran hidup. Terutama dari kesalahan agar bisa memperbaiki ke depannya. Kegagalan pernikahan Kaluna dan juga Saga sebelumnya membaut keduanya ingin memperbaiki diri.



Baca juga >>> [Book Review] - Jangan Bercerai, Bunda

 

Novel ini ditulis dengan POV orang ketiga tunggal. Alurnya maju mundur dengan pace sedang. Aku suka tampilan fisiknya dengan cover cantik. Pemilihan sampul hard cover dan pemilihan kertas yang membuat mata tidak mudah lelah meski sudah membaca ratusan halaman, memberi kesan novel ini premium.

Setting yang dipilih penulis di antaranya di daerah Papua, Jakarta, Bogor, dan Bali. Aku suka cara penulis meramu setting dan memasukkannya ke dalam cerita. Terkesan smooth, bukan hanya tempelan semata tapi benar-benar menyatu dengan cerita. Saat membaca novel ini, seolah aku berada di sana, memperhatikan para tokoh melakoni perannya dari dekat.

Dari lembar pertama, aku sudah diajak jalan ke daerah Papua. Saat menggambarkan daerah Papua, aku seolah menikmati keindahan alamnya. Pun demikian saat Kaluna pindah ke Bali. Keindahan Pulau Dewata dapat kubayangkan, lengkap dengan budaya dan kulinernya. Termasuk penggunaan bahasa daerah yang memperkuat setting cerita. Belum lagi upacara adat daerah setempat yang tentu saja menarik. Contohnya seperti ritual Mengke Womon di Papua.

Dilihat dari covernya, awalnya kukira ini adalah buku non fiksi. Namun siapa sangka, cover yang menampilkan dua gajah yang sedang menikmati malam di bawah sinar rembulan ini justru menjadi awal bertemunya Kaluna dan Saga untuk pertama kalinya tanpa mereka sadari. Semisterius itu, ya, hidup.

Satu keunikan yang jarang kutemui di novel lain, adanya pesan kepedulian terhadap lingkungan. Pemilihan pekerjaan tokoh utama yang bekerja di sebuah yayasan yang bergerak di bidang lingkungan, membuat novel ini menjadi lebih menarik. Misalnya saja saat Kaluna berada di Papua, bersama masyarakat sana, dia melakukan penangkaran penyu. Pun demikian saat Kaluna pindah ke Bali, salah satu kegiatan Kaluna adalah melestarikan terumbu karang.

Novel Once in A Moon memuat cerita bergenre romansa. Aku suka cara penulis memberikan porsi romantisme antara Kaluna dan Saga. Meski cinta yang terjalin diantara keduanya adalah cinta dua orang dewasa, tapi tidak melibatkan nafsu dan tidak terkesan lebay. Justru yang menonjol adalah keduanya punya kegagalan pernikahan di masa lalu dan saling menghormati masa lalu mereka, saling support baik secara pribadi maupun pekerjaan. Aku suka chemistry yang terbentuk di antara keduanya. Kesannya manis dan romantis meski tidak harus menghadirkan ribuan karangan bunga atau kata-kata puitis.

Selama membaca novel Once in A Moon, aku mendapat beberapa insight hal-hal baru yang belum pernah kuketahui sebelumnya. Aku suka, nih, meski membaca fiksi bukan hanya dapat hiburan tapi dapat ilmu juga. Pertama, tentang Cushing Syndrome. Aku baru dengar tentang penyakit ini.

Di dalam novel, tepatnya di halaman 40 dijelaskan, Cushing Syndrome adalah kondisi dimana tubuh memproduksi terlalu banyak Hormon Kortisol. Ini bisa disebabkan tumor kecil di kelenjar Hipofisis yang memproduksi hormon secara berlebihan. Gejalanya bisa sangat beragam, mulai dari penambahan berat badan yang tak biasa hingga kulit yang mudah memar.

Insight yang kedua adalah tentang Image Rehearsal Therapy. Terapi ini disarankan Saga saat Kaluna mengalami mempi buruk terus menerus dan menggangu pikirannya. Ini bisa ditemukan di halaman 160. Saga mengajarkan Kaluna agar menuliskan mimpi buruknya itu hingga selesai, tapi diubah endingnya menjadi happy ending. Kaluna harus mencoba mengendalikan mimpinya, bukan sebaliknya.

 

Baca juga >>> [Book Review] - Love in Adelaide

 

Data Buku

Judul buku   :  Once in a Moon

Penulis         :  Mutia Ramadhani

Penerbit       :  One Peach Media

Tahun          :  2024

Tebal            :  386 halaman



Baca juga >>> [Book Review] - Misteri Tiga Sekawan

 

Rating

🌠 4/5

 

 

~ Hana Aina ~

 

 

Baca juga, ya ...






 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih telah berbagi komentar ^^