Aku
duduk menikmati sepoi angin malam di teras rumah. Suasana sepi. Laptop di
depanku masih membuka layar word yang kosong. Tiga puluh menit terlewat tanpa
ada yang bisa aku ketik.
“Lo
nyari ide cerita apa kuntilanak, Gan?”
Teriakan
Ariel terdengar dari dalam rumah. Tapi kok suaranya sember gitu? Pasti dia
nggak jaga suaranya, padahal bentar lagi ultah Story dan dia harus nyanyi.
Tak
lama kurasakan desir semilir yang sangat dingin di sampingku.
Sementara
teh poci, sepiring tempe goreng dan bungkus coklat bertebaran di meja. Padahal
biasanya aku nggak serakus ini.
“Gan?”
Suara itu lagi. Kali ini sangat dekat.
“Astaghfirulloh..!!”
Aku kaget dengan sosok yang ada di sampingku. Sekonyong-konyong aku terlempar
mundur. Nafasku terengah-engah.
“Berapa
kali musti gue bilang. Kalo muncul kasih kabar dulu, paling nggak kasih kode.
Lo mau gue kena serangan jantung.” Kunti cuman nyengir.
“Aroma
coklatmu mengalihkan duniaku”
“Lo
ni aneh. Dimana-mana kuntilanak makan menyan, bukan coklat.”
“Sekali
kali napa, Gan. Waktu gue masih hidup belum pernah makan coklat.“ Sosok berbaju
putih dengan rambut panjang terurai, mencoba berkilah. Aku memanggilnya Kunti.
Teman baruku, baru dua bulan. Tapi sering buat aku jantungan. Maklum, makhluk
beda alam. Jadi, kadang buat berdiri bulu kuduk.
Ku
kembali ke posisi duduk semula, sambil ngelus dada. “Ni, gue musti merancang
konsep acara buat perayaan ultah Story.”
“Emang
kapan ultahnya?” Kunti masih duduk manis di sampingku. Heran, betah bener ni
mahluk deket aku.
“Dua
minggu lagi.” Jawabku, sambil mengambil sisa tempe goreng dari piring dan
mengantarkannya ke mulut, mataku kembali fokus ke layar.
“Itu
hari kamis ya, malam jum’at kliwon.” Aku terkejut seketika. Potongan tempe yang
baru saja aku telan menyangkut di kerongkongan. Buru-buru ku teguk teh yang
masih sisa setengah untuk mendorongnya masuk perut. Apa yang barusan dikatakan
Kunti memunculkan ide berloncatan di otakku. Dengan segera tanganku lincah
menari di atas keyboard. Sambil sesekali ku telanjangi coklat yang belum sempat
ku makan. Masih ada beberapa batang. Dengan semangat aku makan satu persatu. Ku
sisakan bungkus coklatnya di depan Kunti. Kunti mulai menelan ludah.
“Enak
ya, Gan?” Aku mengangguk. “Bagi napa, Gan?” Kunti menelan ludah lagi.
“Ntar,
kalo gue udah kenyang.” Kunti nggak tahan, langsung maen samber aja sisa coklat
yang ada, terus ngilang.
“Waaa..
Kuntilanak nggak sopan!!” Kataku geram.
“Lo
ngomong ma siapa, Gan?” Suara Ariel dari dalam rumah.
“Eh,
nggak, ni lagi baca skenario acara ultah Story. Berhubung ultahnya hari kamis,
jadi konsep parodinya malam jum’at kliwon.”
“Wuih,
ngeri juga. Gue nggak ikut-ikut. Yang penting gue perform nyanyi. Dah itu aja.”
Aku membuka tangan lalu mengangkat bahu. Ariel cuma nyengir, membalikkan badan
lalu kembali ke dalam rumah.
Pagi
harinya, ku persiapan segala sesuatunya. Latihan parodi dilakukan setiap hari.
Hari
H pelaksanaan acara, tiba-tiba handphoneku berdering.
“Gan,
maaf banget, keknya gue nggak bisa datang” Suara Pak Dipo, pemeran kuntilanak
pada parodi ini, sesenggukan dari seberang telpon. Pusing mendadak menggelayut.
Beberapa jam lagi show bakalan dimulai, tapi tokoh utamanya, kuntianak, nggak
ada. Lama ku berpikir keras di ruang make up sendirian sabil makan coklat. Satu
persatu bungkus coklat bertebaran di sekitarku. Tiba-tiba aku ingat sesuatu.
Aku keluarkan sebuah teko kecil dari dalam tasku, lalu kugosok beberapa kali.
“Malam,
Gan.”
“Gue
butuh Lo malam ni.” Aku berbisik pada Kunti.
“Yang
benar aja?! Selama ini gue belum pernah muncul di depan orang, kecuali Lo, Gan.
” Kunti mengutarakan penolakannya.
“Ok,
mungkin Lo mau balik lagi ke sini.” Aku melirik ke teko yang selalu membuat
Kunti tak berkutik. Dari situlah Kunti muncul, terpenjara di dalamnya selama
ribuan tahun.
Kunti
mikir-mikir. “Hmm, ya deh. Tapi masukin dulu tekonya.” Dengan terpaksa Kunti
menurut, dari pada musti balik lagi terpenjara dalam teko.
Pukul
tujuh malam acara dimulai. Satu persatu perform memeriahkan ultah Story, dan
puncaknya adalah saat Ariel menghentak hadirin dengan suaranya yang mendayu
setengah merdu. Disusul dengan perform parodi dari Kunti. Kunti yang dapet
peran juga sebagai kuntilanak melakoninya dengan sukses, meski ada beberapa
adegan dimana Kunti musti teraniaya, tapi berhasil membuat
gelak tawa membahana penonton. Malam itu juga Kunti menjadi bintang,
mengalahkan Ariel.
“Gan,
siapa sih yang meranin kuntilanak?” Ariel mendatangiku di balik panggung.
“Kenapa?!
Merasa tersaingi?! Sini gue kenalin.” Aku tarik tangan Kunti, lalu
menghadapkannya pada Ariel. Kunti menatap wajah Ariel dengan seksama, sesaat
kemudian pingsan. Melihat kejadian itu, Ariel terheran, alisnya sebelah
terangkat.
“Dia
salah satu fans berat Lo. Dateng jauh-jauh dari beribu tahun yang lalu.”
Wajah
Ariel berubah penuh selidik. “Memang umurnya berapa sekarang?”
“Kira-kira
dua ribu tujuh ratus sembilan puluh delapan tahun.” Jawabku santai. Ariel
menyipitkan mata, dahinya berkerut.
“Dia
kan kuntilanak beneran.”
“Ha?!”
Ariel menyusul Kunti, pingsan.
The End
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berbagi komentar ^^