Jumat, 02 September 2016

[BOOK REVIEW] : FENOMENOLOGI WANITA BER-HIGH HEELS


Data Buku
Judul              :      Fenomenologi Wanita Ber-High Heels
Penulis           :      Ika Noorharini
Penerbit         :      Artha Kencana Mandiri
Halaman        :      101 halaman


Review
Seumur hidup saya tidak pernah membayangkan mengenakan sepatu bertumit tinggi. Melihat orang lain mengenakan sepatu dengan bagian belakang tinggi dan runcing saja sudah membuat saya linu. Pernah beberapa kali, karena iseng dan penasaran, saya mencoba. Baru berdiri di atasnya saja sudah membuat saya harus menahan keseimbangan agar tidak jatuh. Maklum, selama ini saya lebih nyaman mengenakan flat shoes. Bagi saya yang sedari sekolah sudah terkenal tomboy, dengan sebareg aktivitas dan juga mobilitas tinggi, flat shoes adalah segalanya. Saya bisa berjalan cepat, berlari, atau bahkan melompat dengan ringan dan nyamannya.
Seiring dengan berjalannya waktu, saya mulai dikepung oleh orang-orang yang mengenakan high heels. Ibu dan adik saya, keduanya memiliki koleksi high heels. Demikian pula teman-teman sekantor. Mungkin hanya saya yang mengenakan flat shoes di antara perempuan di departemen saya. Hingga suatu hari saya mendapatkan promosi di tempat kerja. Pada hari yang sama pula, ibu saya mengajak bicara empat mata. Wadew ... Ada apa, ini? (^_^!)


Ternyata, ini lebih dari sekedar pembicaraan ibu dan anak. Ini lebih pada pembicaraan sesama perempuan, terutama mengenai penampilan. Jadi intinya adalah, ibu meminta saya –yang terkenal cuek-  untuk lebih memperhatikan penampilan, salah satunya adalah tentang sepatu. Saya harus mengenakan high heels, karena menurut ibu dengan memakai sepatu model seperti itu, penampilan seseorang akan terlihat lebih profesional dan meyakinkan. Aihh ... ^^
Yeah, itulah cerita awal mula saya mengenal dan mengenakan high heels. Butuh perjuangan, memang. Nguplek seharian di toko sepatu, mencoba satu persatu dari sekian banyak model heels, akhirnya saya memilih Wedges. Itupun saya tidak akan mengenakannya seharian di tempat kerja. Saya hanya mengenakannya saat berangkat dan pulang kerja, atau saat saya harus pergi ke suatu tempat atau juga saat bertemu klien. Saat aktivitas normal, duduk di belakang meja kerja, langsung saja high heels berganti dengan sesuatu yang flat, haha ... Da da bye bye high heels :P :P Apakah Anda tahu bagamana rasanya? Ini seperti merelakan mantan yang pernah menyakiti hati Anda untuk pergi, ikhlaaaassss ... ^^



Cerita itu pula yang saya ingat saat pertama kali membaca buku Fenomenologi Wanita Ber-high heels. Buku karya Ika Noorharini ini seakan membawa saya pada kenangan pertama kali mengenal dan mengenakan high heels. Buku setebal 101 halaman ini banyak membahas seluk beluk high heels. Mulai dari sejarah, perkembangan model dan berbagai macam alasan perempuan mengenakannya.
Menurut buku bersampul gelap ini, sepatu yang kini digandrungi oleh sebagian perempuan di seluruh dunia ini sudah ada sejak zaman dahulu. Ini dibuktikan dengan adanya peninggalan benda-benda bersejarah yang memiliki kemiripan dengan sepatu high heels sekarang ini. Namun anehnya, bukan perempuan yang pertama kali mengenakannya. Justru para lelaki. OMG ... Serius?!
Yup! Lelaki dari Persia-lah yang pertama kali memperkenakan high heels. Hanya saja, pada zaman dahulu, high heels digunakan pada saat menaiki kuda agar posisi tubuh tetap tegap saat menungganginya. Sehingga mereka tetap nampak gagah dan maskulin. Kemudian high heels diadaptasi lelaki eropa untuk menunjukkan superioritas dan juga tingkat sosialnya dalam masyarakat.


Seiring perkembangan zaman dimana high heels telah menjadi identitas sebagian perempuan, maka fungsi high heels pun bergeser dari yang hanya sekedar sepatu dan fashion menjadi sebuah identitas. Dalam buku ini disebutkan bahwa ada banyak alasan bagi perempuan untuk memakai high heels. Mulai dari tuntutan pekerjaan hingga pembentukan identitas diri.
Sebagaimana opini yang telah terbentuk di dalam masyarakat dimana perempuan yang memakai high heels identik dengan perempuan yang bekerja. Dengan memakai high heels, perempuan membentuk citra diri sebagai seorang pekerja yang sukses. Ini berarti ada peningkatan perasaan positif, kepercayaan diri, penambahan kecantikan secara fisik, dan empowered.


Manusia yang hidup dalam kelompok masyarakat akan mengkonstruksi idendtitas sesuai dengan kondisi sosialnya, baik dari internal ke eksternal maupun sebaliknya secara sirkulatif.
~ Fenomenologi Perempuan Ber-high heels : 11 ~

Namun, dibalik keanggunan high heels terselip kisah miris dimana keanggunan tersebut harus dibayar mahal dengan rasa sakit saat menggenakannya. Penggunaan high heels dalam kurun waktu lama akan melemahkan otot kaki. Dalam buku ini dikatakan, seorang perempuan akan bertahan selama 1 jam 6 menit, selebihnya dia akan merasakan sakit, paling tidak kesemutan.
Karenanya 1 dari 3 perempuan yang mengenakan high heels mempunyai kebiasaan melepasnya saat memiliki kesempatan, seperti saat mereka sudah tidak harus menemui klien penting atau tidak berada di tempat umum. Namun semua kesengsaraan ini akan terbayar dengan munculnya perasaan anggun, seksi, dan percaya diri. Menahan sakit untuk sebuah kecantikan, ini sering dilakukan perempuan. Kontradiksi yang menarik, bukan ^^ 



Buku Fenomenologi Perempuan Ber-high heels ini menarik untuk dibaca siapa saja, baik perempuan penggila high heels, yang kontra terhadap high heels, atau juga yang netral. Di dalam buku mengetengahkan cerita para perempuan pengguna high heels termasuk suka duka mereka. Ini dapat menjadi tambahan pengetahuan yang menarik bagi pembacanya. 
Buku ini ditulis menggunakan bahasa yang sedikit formal dan ada kesan sedikit kaku. Yeah, karena ternyata, pada awalnya tulisan ini merupakan naskah tesis dari penulis sendiri untuk program magister-nya. 
Secara fisik buku ini menarik sekaligus mengandung misteri. Biasanya untuk sampul buku dipilih kombinasi warna-warna cerah. Apalagi jika buku tersebut membahas tentang fashion. Namun buku ini memiliki sampul berwarna abu tua cenderung ke hitam, seolah-oleh menyembunyikan sebuah misteri yang akan terkuak saat Anda membacanya. Cover yang menampilkan 2 perempuan dengan pakain minim dan memakai high heels mengesankan seksi. Namun bila dilihat dari gestur tubuh serta ekspresi wajah, seolah kedua perempuan tersebut berusaha mengkomunikasikan sesuatu dalam diri mereka.. 



Buku ini dicetak di atas kertas yang lumayan tebal dan kedap air jika dibandingkan dengan buku kebanyakan. Sangat terkesan elegan dan mewah. Yang saya suka adalah adanya beberapa ilustrasi cantik menghiasi pada beberapa ruas buku.


Pikiran positif pada diri wanita adalah faktor utama untuk dapat mengendalikan tubuh sesuai dengan keinginan isi kepala.

~ Fenomenologi Perempuan Ber-high heels : 85 ~
  
Skor :
4 dari 5 bintang


- Hana Aina -



Baca juga, ya ...

17 komentar:

  1. Selalu ada cerita dibalik suatu benda,,, tak terkecuali sepatu hight heels

    BalasHapus
  2. Wah. Saya termasuk perempuan yang berpantang pake hak tinggi. Kecuali kefefet

    BalasHapus
  3. Jadi tahu tentang high heels.

    Kalau saya jadi pegel lihatnya..mencobanya? Pernaah dan akhirnya terkilirlah kaki..hikz

    BalasHapus
  4. Bukunya bagus ya mba. Reviewnya mba juga kerennn

    BalasHapus
  5. Weiss, bukunya pake pendekatan symbolic interaction theory. Sosiologi banget ya Mak... Nah kalo maslah high-heels, disini para cewek jagonya. Udah pada tinggi-tinggi haknya, jalannya juga cepet-cepet. Heran saya...

    BalasHapus
  6. Reviewnya bagus mbak :) seneng bacanya.
    Hihi saya udah tinggi, di lain kesempatan jg harus memakai heels. Malah bikin ngga pede :( karna terlalu tinggi diantara smua orang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, mungkin bisa pakai heels yang nggak begitu tinggi ^^

      Hapus
  7. saya punya bukunya tp blom selesai d baca

    BalasHapus
  8. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  9. Gak kuat dah kalo sama huuhuuu....

    BalasHapus

Terimakasih telah berbagi komentar ^^