Sinopsis
Veli menemukan surat-surat rahasia milik neneknya di
almari penyimpanan koleksi kain. Surat-surat itu ditulis dalam huruf Jepang dan
menyebut sebuah nama, Hodeyoshi Sanada. Yang paling menarik perhatian Veli
adalah penggalan Surat Al-Zalzalah ayat 7-8 pada salah satu surat tersebut.
Saat menjalani seminar dan pelatihan di Kyoto, dibantu temannya, Mario, Veli
menerjemahkan satu per satu surat itu. Beruntungnya, dia ju ga bertemu dengan
Hideyoshi. Siapa sangka, kisah masa lalu neneknya terkuak yang melibatkan cinta
tak terbalas. Kini hal yang sama menghantui Veli saat cintanya pada Mario
mendapat tentangan dari orang tua lelaki itu.
Baca juga >>> [Book Review] - Song for Alice
Review
Hai, BESTie. Review buku ke-6 di tahun ini bergenre
romance dengan balutan religi dan historical masa lalu. Kisahnya menarik karena
melibatkan 2 negara dan budaya : Indoensia dan Jepang.
Novel ini menghadirkan misteri surat-surat masa lalu nenek
Veli dengan Hideyoshi. Veli sempat mengira kalau neneknya berselingkuh, tapi
setelah bertemu dan mendapat penjelasan dari Hideyoshi, Veli mencoba menghapus
prasangka tersebut.
Konflik lain yang dihadirkan dalam novel ini adalah
kisah cinta Veli dengan Mario. Lelaki itu mencintai Veli, tapi perempuan itu ragu.
Ditambah lagi orang tua Mario yang tidak menyetujui hubungan anak lelakinya
dengan Veli membuat hubungan keduanya semakin sulit.
Hubungan Veli dengan Mario semakin rumit dengan
kehadiran orang ketiga dan keempat di antara mereka. Ryuhei Uehara, murid Hideyoshi,
menyukai Veli. Dia mengetahui masalah antara Veli dan Mario dan
memanfaatkan kesempatan itu untuk memperjuangkan cintanya pada Veli. Pun dengan
Futaba Akiyama, murid Hideyoshi yang lain yang jatuh hati pada Mario. Futaba salah
mengartikan perhatian dan kebaikan hati Mario lalu mengharapkan lebih.
Aku suka saat Mario meyakinkan Veli akan cintanya. Dia
berjanji akan memperjuangkan cinta mereka dan meminta Veli untuk terus
mendukungnya. So sweet banget, sih. Mungkin keduanya belajar dari Hideyoshi yang
mencintai Melati, nenek Veli, tapi tidak berani memperjuangkan cintanya hingga
akhirnya mereka menjalani hidup dan memendam perasaan masing-masing.
Dari beberapa karakter yang terlibat di kisah ini, aku
tidak memiliki tokoh favorit. Semua karakter sama, tidak ada yang lebih menonjol
dari yang lain.
Andromeda Aridipta Arvelio digambarkan sebagai perempuan mandiri, dan ramah.
Pekerjaannya sebagai desainer membuatnya harus kreatif. Dia banyak memadupadankan
budaya Indonesia dengan Jepang dalam banyak rancangannya. Dia juga sosok yang gigih
dan pantang menyerah, kecuali urusan cinta. Dia hampir menyerah mencintai
Mario.
Mario Alfari Nasution digambarkan sebagai sosok yang pintar dan baik hati.
Dia juga peduli pada orang lain. Sayangnya ada pihak-pihak yang salah
mengartikan kepeduliannya. Futaba contohnya.
Hideyoshi Sanada adalah sosok keras dan tegas. Dia adalah samurai yang pemberani. Sayangnya
keberanian itu tidak berlaku saat dia mencintai Melati. Dia tidak berani
mengungkapkan perasaannya kepada Melati.
Baca juga >>> [Book Review] - Baby and Me
Dalam kisah ini aku menemukan banyak kutipan baik
dialog maupun narasi yang, tidak hanya bagus tapi juga memotivasi aku sebagai
pembaca. Aku tulis semuanya di bawah, ya. Barangkali kutipan tersebut juga bisa
menginspirasi kamu.
“Manusia mudah
tinggi hati karena pujian dan mudah rendah diri karena kritikan.”
[Hal : 12]
“Menunda bukan
kebiasaan orang sukses!”
[Hal : 23]
“Cita-cita dan
impianmu akan semakin dekat, tetapi untuk mengejarnya memang tak bisa hanya berdiam
diri pada satu titik.”
[Hal : 30]
“Siapa berbuat
kejahatan sekecil apa pun akan mendapatkan balasan juga.”
[Hal : 47]
“Jika Anda
berpikir kalau produk yang baik adalah produk yang tidak menuai kritik, maka
selamat! Anda bukan orang special. Anda berpikir seperti kebanyakan orang. Jadi,
Anda bukan orang yang unik.”
[Hal : 68]
“Orang yang mendapatkan kritik justru orang
yang berbeda dengan orang kebanyakan. Bukan kritik yang harus kita takutkan, tetapi
hati lemah yang tak kuat menerima kritik.”
[Hal : 68]
“Nikmat paling
besar di dunia ini adalah mencintai dan dicintai secara tulus.”
[Hal : 86]
Ketakutan
hanyalah sifat negatif yang membatasi ruang gerak sebagai manusia.
[Hal : 107]
“Mungkin kamu
sakit hati, tapi tolonglah mengerti. Tak semua kisah cinta didukung keadaan ...”
[Hal : 126]
“Semuanya
berpusat pada akal pikiran. Bagaimana kamu mengatur pola pikirmu. Otakmu berkata
hatimu kuat, maka hatimu akan kuat. Kalau kamu sendiri sudah meyakini hatimu
lemah, kamu akan lemah betulan.”
[Hal : 131]
“Selalu
mengeluh dalam proses, tetapi kelewat gembira ketika sudah menikmati hasilnya.”
[Hal : 150]
“Orang yang
fokus hanya pada hasil, ketika mereka tak bisa mewujudkan mimpi, mereka akan
jatuh sejatuh-jatuhnya. Tapi, orang yang menghargai proses, ketika mereka tak
bisa mewujudkan mimpi, mereka akan tetap semangat maju karena proses dianggap
sebagai pencapaian.”
[Hal : 150]
“Orang yang
fokus hanya pada hasil, dia akan menghabiskan waktu untuk mendorong pasangan
mereka ke arah pernikahan. Jika ternyata di tengah jalan ada sesuatu yang
berpotensi memisahkan mereka, lupakan sejauh-jauhnya. Langsung seperti orang
asing yang tak saling mengenal. Beda dengan orang yang menghargai proses. Ketika
ternyata mereka tak berjodoh, dia masih menghargai kenangan yang pernah
terjalin selama mereka dekat dulu.”
[Hal : 150]
Bua tapa dipuja
dan dipuji ribuan orang, jika aku tahu bahwa hanya ada satu orang di hatimu,
dan itu bukan aku.
[Hal : 153]
“Semua
pekerjaan jika dilakukan berdua memang lebih ringan.”
[Hal : 154]
“Di dunia ini,
tak semua jenis perasaan direstui Tuhan. Salah satunya adalah perasaan saya
terhadap nenekmu. Saya dan nenek kamu menerima nasib kami tak bisa bersatu,
tapi bukan berarti kami menghapus perasaan itu.”
[Hal : 158]
“Maut belum
tentu memisahkan cinta. Jika sepasang insan saling menjaga iman orang
terkasihnya, sehingga mereka berdua bisa kekal di surge Allah, di sana, mereka
akan melanjutkan memelihara cinta mereka, selamanya.”
[Hal : 159]
“Manusia
menghindari topik pembicaraan karena dia tak suka atau tak menguasai pembahasan.”
[Hal : 176]
“Hanya aku
yang tahu apa yang diinginkan hatiku.”
[Hal : 178]
“Ada
bermiliar-miliar laki-laki yang diciptakan Tuhan di dunia ini. Sungguh sangat
disayangkan jika miliaran detik hidupmu hanya digunakan untuk memikirkan satu
laki-laki.”
[Hal : 179]
“Jika aku tidak
ditakdirkan untuknya, aku berusaha ikhlas. Jika yang ada di pikirannya bukan
diriku, aku juga menerimanya. Hanya saja, aku tidak terima jika dia memikirkan
orang yang belum tentu memikirkannya saat ini. Dia lebih berarti dari siapa
pun. Termasuk orang yang sedang dia pikirkan.”
[Hal : 180]
“Jika ingin
memiliki hati kuat, sepertinya iman berperan di sana. Iman adalah penjaga
manusia yang dapat menangkal perasaan hati tak menentu.”
[Hal : 185]
“Cinta baru
adalah satu-satunya cara melupakan cinta lama.”
[Hal : 198]
“Walaupun Anda
menganggap apa yang kulakukan kepada Mario menurunkan harga diriku sebagai wanita,
setidaknya aku berjuang menunjukkan perasaan! Daripada harus menjadi orang yang
terbelenggu sepanjang hidup oleh kisah yang tak selesai.”
[Hal : 211]
“Cinta bukan
pengorbanan, karena pemberian yang tulus tak terasa sebagai pengorbanan.”
[Hal : 227]
Dia percaya
bahwa terkadang halangan itu adalah tantangan yang pada akhirnya harus
dilewati. Dia tahu manfaat mengapa tantangan diturunkan di muka bumi ini. Tak
lain dan tak bukan agar manusia lebih menghargai pencapaiannya kelak.
[Hal : 229]
Baca juga >>> [Book Review] - Tanya Tania
Selama membaca kisah ini,
aku seolah diajak berjalan-jalan menjelajah Kyoto lengkap dengan keindahan
alamnya, kulinernya, dan juga budayanya. Kisah yang ditulis dengan POV orang
ketiga tunggal ini ditulis dengan bahasa yang ringan dan mengalir. Pacenya
sedang dengan alur maju mundur.
Kisah ini banyak menyisipkan
tentang agama, motivasi, dan juga sejarah. Beberapa pelajaran yang kudapat dari
kisah ini diantaranya :
- Keluar dari zona nyaman untuk terus berkembang. Vile menghabiskan waktunya
untuk fokus mengejar mimpinya. Dia bahkan rela ikut workshop hingga ke Jepang untuk
mendapatkan ilmu demi perkembangan karirnya di bidang fashion.
- Nikmati proses sebuah perjuangan. Mario tidak mau senasib
seperti Hidoyoshi yang merelakan cintanya, Nenek Melati, karena tidak berani
memperjuangannya. Mario memperjuangkan cintanya kepada Veli dari tentangan
orangtuanya.
- Cinta yang tulus bukanlah pengorbanan. Apapun akan kita lakukan
dan berikan untuk orang yang kita cintai. Saat kita melakukannya dengan tulus,
kita tidak akan merasakannya sebagai pengorbanan.
- Belajar mengungkapkan perasaan. Hideyoshi marah kepada Futaba
yang berani mengungkapkan perasaannya kepada Mario. Bagi Hideyoshi, itu dapat
menjatuhkan harga diri Futaba sebagai perempuan. Namun Futaba bergeming dan memilih
jujur kepada Mario tentang perasananya meski akhirnya ditolak. Namun paling
tidak bagi Futaba, Mario tahu bagaimana perasaannya. Dia merasa lebih baik
dengan sikapnya itu.
- Tidak semua keinginan bisa didapat. Hideyoshi mencintai
Melati. Uehara mencintai Veli. Futaba mencintai Mario. Namun nyatanya tidak semua
cinta terbalas. Tidak semua keinginan bisa terlaksana.
- Jangan suka berprasangka. Veli menyangka neneknya berselingkuh.
Namun Hideyoshi berani bersumpah mereka tidak pernah menjalin hubungan dan
berani menjamin kalau neneknya adalah sosok perempuan baik. Semenjak itu, Veli
mengubah
- Semua perbuatan akan ada balasan. Kebaikan dibalas kebaikan,
keburukan juga akan mendapat hukumannya. Itulah pentingnya untuk menjaga sikap
dan perilaku kita.
Baca juga >>> [Book Review] - Before 30
Data Buku
Judul
:
Love in Kyoto
Penulis
:
Silvarani
Penerbit
: Gramedia Pustaka Utama
Tebal
:
231 halaman
Tahun
:
2016.
Skor
🌠4/5
~ Hana Aina ~
Baca juga, ya ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berbagi komentar ^^