Sabtu, 30 Mei 2015

AKU & PAGI

By. Hana Aina
------------------------------------------------

Pagi ini, masih kurasakan denting semalam
saat rembulan kian angkuh, menekan
malam dengan cahyanya yang gemilang
dan malam
hanya terdiam
seolah menyerah pada amarah
yang ia simpan dalam senyuman

Hingga pagi ini
embun tak lagi bernyanyi
ia meneteskan bulirnya, sunyi
antara enggan dan sukacita
menggapai aksaranya
merangkainya dalam bait-bait kata

Aku masih terdiam
meski pagi telah menyapa
makin tersesat
dalam rasa dan pikiran tak nyata
akankah aku masih berduka?
atau menggila dalam suka yang fana?

-------------------------------------------------

Solo, 9 Juni 2012


Senin, 25 Mei 2015

Lihatlah, Bu!


By. Hana Aina



Bu, lihatlah!
Mobil-mobil mewah berlalu lalang
seumpama angin, riang tanpa beban
dan aku berdiri di antaranya
terombang ambing
di tengah pusaran jaman 


Bu, kemanakah aku harus mengadu?
jika hukum tak lagi berpihak padaku
saat sehat adalah mahal karena aku tak mampu
atau bodohku karena tak menuntut ilmu

Lihatlah aku, Bu!
tinggal kulit membalut tulang
terkungkung, menjadi bulanan para dewan
mereka bilang, bicara atas namaku
padahal, siapa mereka?
aku tak tahu 
 

Masihkah kau dengar keluhku, Bu?
perutku tak lagi terisi, karena kini
beras adalah emas
dan tangis para bayi menjadi harmoni
karena susu yang tak terbeli 


Bu, jangan berdiam diri
berbuatlah sesuatu
kepada siapa lagi aku akan mengadu
selain padamu,
Ibu Pertiwi-ku

Rabu, 20 Mei 2015

PING YANG NGGAK PINK


Add caption
     Sepulang sekolah Jhenny ngajak Joni ketemuan di kantin belakang sekolah. Saat itu sudah sepi.
     “Beib, jangan makan emping terus, yang lain, dong,” kata Jhenny sambil manyun. Jono yang sedari tadi asyik ngunyah emping terdiam. Remahan emping masih tertahan di mulutnya. Jhenny memperhatikan beberapa makanan ringan yang terhidang di hadapannya. Sepiring donat bolong, singkong keju, tempe penyet dan pisang madu, sudah semua dicicipin Jhenny. Sedang Jono hanya setia pada empingnya. Jangankan mencoba yang lain, melirik pun tidak.
     Jono terdiam menelan lambat emping yang tertahan di tenggorokannya, sesaat kemudian melanjutkan ngemilnya. Jhenny yang sedari tadi bersamanya ngerasa dicuekin  mengeluarkan si Cuping dari boxnya. Ya, 
Cuping si kucing kesayangannya. Dia juga membawanya ke sekolah. Hanya saja tak dibawa masuk kelas, tapi dititipkan pada bu Darni, penjaga kantin sekolah.

Jumat, 15 Mei 2015

PENYESALAN CIKA

Cika merebahkan tubuhnya di atas sofa merah di ruang tengah. Ditariknya nafas panjang, sesaat kemudian dihembuskannya perlahan. Seragam sekolah merah putih masih melekat di tubuhnya. Mama Cika dengan berpakaian rapi muncul dari ruang makan.
“Cika, sudah pulang sayang. Makan dulu ya. Mama sudah siapkan di meja makan.” Kata Mama pada Cika sambil menenteng tas tangannya. Mama berjalan ke arah Cika lalu duduk di sampingnya.
“Sebentar Ma. Cika sedang ngadem ni.” Sahut Cika, malas. “Mama mau ke mana?”
“Mau belanja sebentar buat kebutuhan akhir bulan.” Mama membelai rambut Cika, anak si mata wayangnya.
“Ikut dong Ma.” Cika merayu Mama dengan manja. Ditarik-tariknya lengan baju Mama.
“Memangnya kamu nggak ada PR atau ulangan?” Mama menatap wajah Cika dengan lembut. Cika terdiam. Dia teringat PR matematika yang diberika bu Dewi seminggu yang lalu dan sampai saat ini belum ia kerjakan. Belum lagi ulangan bahasa Indonesia untuk besok. Tapi Cika sangat ingin ikut dengan Mama jalan-jalan.

Minggu, 10 Mei 2015

LUKISAN RAKA

Raka membuka gulungan kertas yang sedari tadi digenggamnya. Kertas karton seukuran buku gambar besar. Di sana, tadi malam ia melukis gambar kucing putih belang coklat dengan menggunakan cat minyak. Itu adalah tugas dari Pak Yono, guru menggambarnya, minggu lalu sebagai tugas liburan sekolah. Rencananya hari ini semua tugas akan dikumpulan.
Raka menggelar lukisannya di atas meja. Ia anak yang suka pamer. Ia ingin teman-temannya yang melihat lukisannya lalu terkagum dan memujinya. Dan itu benar. Satu per satu teman Raka mulai mengerumuni meja Raka karena ingin melihat lukisan kucingnya dari dekat.
“Wah, Raka hebat, ya. Bisa melukis sebagus itu,” Doni mendekat pada Raka. Teman-temannya lain yang mendengar ucapannya jadi penasaran.
“Pasti susah, ya, membuatnya?” Nando penasaran bagaimana Raka bisa membuat lukisan sebagus itu.

Selasa, 05 Mei 2015

KUNTILANAK SELEBRITI

Aku duduk menikmati sepoi angin malam di teras rumah. Suasana sepi. Laptop di depanku masih membuka layar word yang kosong. Tiga puluh menit terlewat tanpa ada yang bisa aku ketik.
“Lo nyari ide cerita apa kuntilanak, Gan?”
Teriakan Ariel terdengar dari dalam rumah. Tapi kok suaranya sember gitu? Pasti dia nggak jaga suaranya, padahal bentar lagi ultah Story dan dia harus nyanyi.
Tak lama kurasakan desir semilir yang sangat dingin di sampingku.
Sementara teh poci, sepiring tempe goreng dan bungkus coklat bertebaran di meja. Padahal biasanya aku nggak serakus ini.
“Gan?” Suara itu lagi. Kali ini sangat dekat.
“Astaghfirulloh..!!” Aku kaget dengan sosok yang ada di sampingku. Sekonyong-konyong aku terlempar mundur. Nafasku terengah-engah.

Jumat, 01 Mei 2015

ANDAI KUTAHU

Sore tadi Ariel membawakan sesuatu untukku. Sekotak mungil yang dia genggam di tangan kirinya dan dia angsurkan ke telapak tanganku.
"Bukalah saat menjelang tidur nanti," katanya. Aku tak sabar menanti malam. Aku ingin segera membuka kotak mungil berbungkus pink itu.
Kini malam telah menjelang. Kantukku mulai menyerang. Aku bersiap membuka kotak itu, ketika tiba-tiba ringtone yang aku setel khusus untuk Ariel berbunyi.
"Ya?” Sapaku dengan heran.
"Beib, maaf... salah ngasih kotak. Jangan dibuka ya. Pliss." Omaygot… Jadi apa isi kotak ini dan untuk siapa? Tanyaku menyeruak.
“Tapi....” Telfon terputus sebelum tanyaku terlontar. Aku bingung, bimbang, bercampur penasaran. Harus aku buka. Lagipula kotak itu sudah terlanjur diberikan untukku. Satu persatu aku lucuti bungkusnya. Ternyata ada sebuah kotak kecil lagi di dalamnya. Segera saja aku buka. Sebuah cincin. Ya Tuhan, betapa bahagianya aku, sebuah cincin yang indah. Tapi tunggu dulu. Kotak ini bukan untukku, lalu untuk siapa?! Ada surat di dalamnya.